Selasa, 14 Februari 2017

Jemaat Gereja Kristus Raja Jadi Relawan Paliatif

BERBAGI: Prof dr Sunaryadi Tejawinata SpTHT memberikan pembekalan kepada relawan paliatif di Gereja Katolik Kristus Raja. (Ferlynda Putri/Jawa Pos/JawaPos.com)
Keimanan seseorang bisa tampak dari perilaku terhadap sesama. Itulah yang diwujudkan para jemaat Gereja Katolik Kristus Raja dengan menjadi relawan paliatif Surabaya.

Relawan paliatif di Surabaya kini bertambah lagi. Pada Sabtu (11/2) sebanyak 35 jemaat Gereja Katolik Kristus Raja dikukuhkan sebagai relawan paliatif. Mereka menjadi kelompok relawan paliatif pertama yang berbasis agama.

Pengukuhan tersebut dilakukan langsung oleh Bapak Paliatif Indonesia Prof dr Sunaryadi Tejawinata SpTHT di Aula Kristus Raja. Dalam pengukuhan itu, pria yang akrab disapa Sun tersebut mengatakan bahwa perawatan paliatif bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. ”Relawan dapat memberikan dukungan dari berbagai aspek. Misalnya, spiritual dan psikososial,” jelasnya.

Dia menambahkan, Jawa Timur ingin mewujudkan 1.000 relawan paliatif. Karena itu, partisipasi masyarakat sangat membantu pencapaian target tersebut. Semakin banyak relawan paliatif akan semakin membantu kinerja paramedis, terutama di daerah pelosok.


Hal senada disampaikan Ketua Umum Yayasan Paliatif drg Lizza C. Hendriadi. Lizza menjelaskan bahwa relawan paliatif harus tersebar di berbagai pelosok Indonesia. Mereka yang bergabung sebagai relawan paliatif tidak harus memiliki background kesehatan. ”Ada yang notaris, ada juga yang akuntan publik. Macam-macam profesinya,” tutur Lizza.

Para calon relawan paliatif akan mendapat pembekalan. Salah satu tujuannya, mereka tidak grogi ketika menghadapi pasien. Apalagi, para relawan itu juga menangani keluarga pasien. Sebab, mereka yang sakit menahun dan kronis akan membebani keluarga. Berbagai masalah akhirnya muncul. Untuk itu, menurut Lizza, seorang relawan juga memiliki kewajiban membantu keluarga pasien. ”Tujuan perkumpulan relawan ini adalah saling membantu sehingga tidak membebani satu relawan saja,” bebernya.

Sementara itu, Romo Ketua Paroki Gereja Katolik Kristus Raja Sad Budianto menjelaskan, menjadi relawan paliatif akan meneguhkan iman umat. Menolong pasien dan keluarganya bisa meningkatkan derajat di mata Tuhan. ”Aktivitas ini bukan hanya untuk beramal,” ujarnya.

Dia berpesan kepada jemaatnya yang menjadi relawan paliatif agar terus menjunjung semangat Kristus. ”Tidak berarti setiap kunjungan harus membawa Injil, tapi dari perilaku dan perkataan itu selalu menunjukkan bahwa Allah selalu ada,” ungkapnya.

Ketua Relawan Paliatif Gereja Katolik Kristus Raja Anneke Hinting merasa tidak kesulitan untuk merekrut anggota. Menurut dia, para jemaat seperti dibukakan pintu hati untuk bergabung. ”Saya hanya menargetkan 15 anggota. Ini malah lebih,” bebernya.

Teman-teman Anneke terdiri atas berbagai profesi. ”Sebelum ini kami ikut pelatihan untuk menjadi relawan,” ucapnya. Dengan mengikuti pelatihan itu, Anneke merasa lebih percaya diri. ”Saya ingin segera bertemu dengan pasien,” imbuhnya.

Anneke ingin bergabung menjadi relawan karena tinggal di dekat Taman Paliatif. Semula dia penasaran dengan paliatif, kenapa sampai dibuatkan taman. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan dr Agus Ali Fauzi, ketua Poli Paliatif RSUD dr Soetomo. Setelah beberapa kali pertemuan, Anneke memantapkan hati. ”Saya ditanya apa bisa mengajak teman-teman yang lain. Saya mengiyakan,” jelasnya.

Dia berharap keterlibatan relawan dari Gereja Katolik Kristus Raja akan menggugah semangat orang-orang yang belum bergabung. ”Jangan takut. Ada pelatihannya,” tuturnya. (*/c7/oni/sep/JPG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin