Tiga gereja di Parung Panjang nyaris disegel oleh Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Bogor, karena tak memiliki izin mendirikan
bangunan (IMB). Ketiga tempat ibadah itu adalah Gereja Katolik, Gereja
Methodhist Indonesia, dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan.
Pendeta Gereja Methodhist Indonesia Efendi Hutabarat membenarkan
gerejanya tidak memiliki IMB sejak berdiri pada 2000. Namun, kata
Efendi, selama ini tak pernah ada yang menyoalkan surat IMB itu. Menurut
Effendi, gangguan muncul pada November 2016.
Saat itu, ujar Efendi, Ketua RT dan RW setempat mulai memprovokasi
warga sekitar untuk menolak keberadaan gereja. “Mereka membuat surat ke
gereja agar menghentikan kegiatan ibadah, namun tidak kami respon,” kata
Efendi saat dihubungi, Ahad, 5 Maret 2017.
Pada 22 Februari 2017, pengurus gereja ke Pemerintah Kabupaten Bogor
untuk bertemu Sekretaris Daerah dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Pada pertemuan itu, Pemerintah Bogor sepakat aktifitas gereja boleh
berjalan sambil mengurus IMB.
Menurut Efendi, pihak gereja
sebenarnya sudah mengurus surat IMB sejak 2002. Namun, tidak pernah
disetujui. “Diurus, tapi mentok di surat keputusan bersama dua menteri,
apalagi dari dasar harus ke RT/RW yang provokator,” ucap Efendi.
Pada 3 Maret, pengurus gereja dikumpulkan olehKepolisian Sektor Parung
Panjang dan Komando Rayon Militer Parung Panjang. Dalam pertemuan yang
dilakukan pukul 14.00-18.00 itu, Kepala Polsek dan Komandan Ramil
memaksa agar gereja ditutup. “Namun, kami bilang tidak, kami tetap
ibadah apapun yang terjadi,” ujar Efendi.
Setengah jam kemudian,
sekretaris menelepon Efendi dan meminta mereka berkumpul di kantor
desa. Pertemuan di balai desa itu dihadiri oleh Sekretaris Camat,
Kapolsek, Danramil, Lurah, serta pihak-pihak yang menolak, seperti
RT/RW, majelis taklim, Majelis Ulama Indpnesia, dan kelompok yang
menamai diri dengan kelompok 11.
Pada pertemuan itu, seluruh
hadirin memaksa untuk menutup tempat ibadah. Gereja keukuh menolak.
Hingga akhirnya Sekcam mengeluarkan perintah agar Satpol PP menyegel
gereja jika masih digunakan untuk kegiatan ibadah.
Menurut Efendi, setidaknya 50 personil polisi dan TNI yang berjaga di
sekitar tiga gereja yang berdiri berdampingan. Namun, kata Efendi,
gereja tak jadi disegel meski mereka menjalankan ibadah di sana. “Pihak
penolak keliling terus, mereka mengimbau warga untuk kumpul di musala,
tapi tidak dapat respon,” kata Efendi.
_________________
Darius Leka, SH/ www.tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin