Jumat, 19 Desember 2025

Asal Usul Pohon Natal dan Santo Bonifasius; Dari Hutan Pagan ke Terang Kristus

KOTA DEPOK - Pohon Natal bukan sekadar hiasan musiman. Di balik gemerlap lampu dan ornamen, tersimpan kisah iman yang heroik—kisah Santo Bonifasius, sang rasul Jerman, yang mengubah simbol pagan menjadi lambang kasih Kristus.

Pada abad ke-8, Santo Bonifasius—seorang biarawan Benediktin asal Inggris—diutus oleh Paus Gregorius II untuk mewartakan Injil di wilayah yang kini dikenal sebagai Jerman. Di sana, ia menghadapi praktik penyembahan berhala, termasuk pemujaan terhadap Dewa Thor yang disimbolkan oleh pohon ek suci di Geismar.

Dalam sebuah tindakan profetik yang berani, Bonifasius menebang pohon ek tersebut di hadapan para penyembahnya. Namun, alih-alih mendatangkan murka dewa seperti yang ditakuti masyarakat, tidak terjadi apa-apa. Sebaliknya, Bonifasius menunjuk pada pohon cemara kecil yang tumbuh di dekatnya dan berkata, “Inilah pohon kehidupan yang sejati—Kristus Tuhan kita.” Dari sinilah tradisi pohon Natal bermula.

Pohon cemara dipilih bukan tanpa alasan. Ia tetap hijau sepanjang tahun, melambangkan harapan dan kehidupan kekal. Bentuknya yang meruncing ke atas menjadi simbol arah hati manusia kepada Allah. Dalam tradisi Katolik, pohon Natal dihiasi dengan cahaya dan buah-buahan sebagai lambang terang Kristus dan buah-buah Roh Kudus.

Gereja tidak mewajibkan penggunaan pohon Natal, tetapi mengakui nilainya sebagai sarana evangelisasi budaya. Seperti Santo Paulus yang berkata, “Aku menjadi segala-galanya bagi semua orang, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang” (1 Kor 9:22), demikian pula Gereja menginkulturasi simbol-simbol lokal untuk mewartakan Injil.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa simbol hanya bermakna jika dihidupi. Pohon Natal bukan sekadar dekorasi, tetapi panggilan untuk menjadi terang di tengah dunia. Di komunitas kami, tradisi mendirikan pohon Natal disertai dengan aksi sosial: membagikan bingkisan kepada kaum miskin, mengunjungi panti jompo, dan mengadakan doa bersama lintas iman.

Inilah makna Natal yang sejati—bukan pesta konsumtif, tetapi perayaan kasih yang menjelma dalam tindakan nyata.

Santo Bonifasius tidak hanya menebang pohon ek, tetapi juga menumbangkan ketakutan dan kebodohan rohani. Ia menggantinya dengan pengharapan dan terang Kristus. Hari ini, kita dipanggil untuk melakukan hal yang sama: menebang pohon-pohon egoisme, intoleransi, dan ketidakpedulian, lalu menanam pohon kasih, keadilan, dan pengharapan.

Pohon Natal mengingatkan kita bahwa iman harus bertumbuh, menjulang ke langit, dan berakar dalam kasih. Mari kita jadikan Natal bukan hanya perayaan, tetapi perutusan—untuk menjadi pohon kehidupan bagi sesama.

 

Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #pohonnatal #santobonifasius #kerasulanawam #nataladalahperutusan #katolikuntuksemua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin