KOTA DEPOK - Pohon Natal bukan sekadar hiasan musiman. Di balik gemerlap lampu dan ornamen, tersimpan kisah iman yang heroik—kisah Santo Bonifasius, sang rasul Jerman, yang mengubah simbol pagan menjadi lambang kasih Kristus.
Pada abad ke-8, Santo Bonifasius—seorang biarawan Benediktin asal
Inggris—diutus oleh Paus Gregorius II untuk mewartakan Injil di wilayah yang
kini dikenal sebagai Jerman. Di sana, ia menghadapi praktik penyembahan
berhala, termasuk pemujaan terhadap Dewa Thor yang disimbolkan oleh pohon ek
suci di Geismar.
Dalam sebuah tindakan profetik yang berani, Bonifasius menebang pohon ek
tersebut di hadapan para penyembahnya. Namun, alih-alih mendatangkan murka dewa
seperti yang ditakuti masyarakat, tidak terjadi apa-apa. Sebaliknya, Bonifasius
menunjuk pada pohon cemara kecil yang tumbuh di dekatnya dan berkata, “Inilah
pohon kehidupan yang sejati—Kristus Tuhan kita.” Dari sinilah tradisi pohon
Natal bermula.
Pohon cemara dipilih bukan tanpa alasan. Ia tetap hijau sepanjang tahun,
melambangkan harapan dan kehidupan kekal. Bentuknya yang meruncing ke atas
menjadi simbol arah hati manusia kepada Allah. Dalam tradisi Katolik, pohon
Natal dihiasi dengan cahaya dan buah-buahan sebagai lambang terang Kristus dan
buah-buah Roh Kudus.
Gereja tidak mewajibkan penggunaan pohon Natal, tetapi mengakui nilainya
sebagai sarana evangelisasi budaya. Seperti Santo Paulus yang berkata, “Aku
menjadi segala-galanya bagi semua orang, supaya aku sedapat mungkin memenangkan
beberapa orang” (1 Kor 9:22), demikian pula Gereja menginkulturasi
simbol-simbol lokal untuk mewartakan Injil.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya percaya bahwa simbol hanya bermakna
jika dihidupi. Pohon Natal bukan sekadar dekorasi, tetapi panggilan untuk
menjadi terang di tengah dunia. Di komunitas kami, tradisi mendirikan pohon
Natal disertai dengan aksi sosial: membagikan bingkisan kepada kaum miskin,
mengunjungi panti jompo, dan mengadakan doa bersama lintas iman.
Inilah makna Natal yang sejati—bukan pesta konsumtif, tetapi perayaan kasih
yang menjelma dalam tindakan nyata.
Santo Bonifasius tidak hanya menebang pohon ek, tetapi juga menumbangkan
ketakutan dan kebodohan rohani. Ia menggantinya dengan pengharapan dan terang
Kristus. Hari ini, kita dipanggil untuk melakukan hal yang sama: menebang
pohon-pohon egoisme, intoleransi, dan ketidakpedulian, lalu menanam pohon
kasih, keadilan, dan pengharapan.
Pohon Natal mengingatkan kita bahwa iman harus bertumbuh, menjulang ke
langit, dan berakar dalam kasih. Mari kita jadikan Natal bukan hanya perayaan,
tetapi perutusan—untuk menjadi pohon kehidupan bagi sesama.
Oleh: Darius
Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik
#shdariusleka
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang #pohonnatal #santobonifasius
#kerasulanawam #nataladalahperutusan #katolikuntuksemua

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin