Oleh: Sdr. Ophin Agut, OFM |
Yesus melalui Injil hari ini menegaskan perlunya menentukan relasi dan sikap yang benar dalam hidup berbangsa dan bernegara. “Berikanlah kepada Kaisar yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah!” merupakan jawaban yang realistis dan konkrit sesuai dengan situasi saat itu. Yesus menyadari bahwa Ia pun hidup dalam suatu konteks masyarakat dan terikat hukum tertentu yang harus dipatuhi. BagiNya, adalah kewajiban warga untuk berbakti bagi negaranya.
Penegasan Yesus tidak hanya sampai pada keterlibatan diri pada urusan negara. Yesus mengajak kita untuk melihat lebih jauh: meneliti sikap kita terhadap Tuhan. Negara tentu saja menuntut uang atau pajak dan pengabdian dari warganya. Tetapi hanya Tuhanlah yang dapat menuntut seluruh dari diri kita. Kita mengabdikan diri kepada negara sejauh itu tidak bertentangan dengan hak Allah. Dalam bahasa St. Paulus, kita perlu tetap setia dalam melakukan pekerjaan iman yang terarah pada kasih dan pengharapan akan Yesus Kristus Tuhan kita.
Sebagai orang beriman kita mungkin pernah merasa risih dengan keterlibatan beberapa saudara seiman dalam politik di Indonesa; atau mungkin juga merasa heran kalau ada nama yang sedikit berbau katolik melakukan korupsi. Akibatnya, kita pun menarik diri dari situasi semacam itu. Bagi kita, politik itu kotor. Padahal, salah satu wujud panggilan umat beriman, dan khas bagi kaum awam, adalah keterlibatan dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Inilah politik yang sebenarnya, yakni sebagai sarana untuk mewujudkan harapan yang tumbuh dalam hati manusia, kesejahjetaraan bersama dan keadilan sosial. Dengan demikian, kekuasaan dan para pemegang kekuasaan hendaknya senantiasa berpijak pada nilai dan kebenaran sebagai pegangan untuk bertindak.
Kenyataan di negara kita memang lain dan jauh dari harapan tersebut. Sebagai orang beriman, tidak perlulah kita berkecil hati dengan situasi yang demikian. Kita perlu menyadari apa yang disampaikan Benediktus XVI dalam Deus Caritas est, bahwa peran dan panggilan Gereja dan kita sebagai orang bersatu di dalamnya adalah membentuk kesadaran nurani dan menanamkan inspirasi bagi tegaknya keadilan sejati. Upaya penggalian makna tersebut perlu terus menerus dimurnikan. Dalam hal ini, iman berperan penting agar pemurnian itu terbuka pada hakikat dasar kehidupan, yang tidak lain berakar dan berpangkal pada Allah sendiri. “Ia adalah Tuhan dan tidak ada yang lain!’ demikian penegasan Nabi Yesaya.
Ide tersebut di atas mungkin terlalu berat bagi kita. Seperti Yesus yang menemukan konkretisasi iman pada soal sederhana, yakni membayar pajak, kita pun perlu mencari konkretisasi yang jelas dan benar. Kami yakin bahwa sudah banyak yang kita lakukan dalam perjumpaan dengan saudara-saudara di sekitar rumah dan lingkungan kita. Sejauh kita sudah membangun hidup baik dan saling membantu sebagai sesama warga, saat itulah kita sudah memainkan peran politis dalam hidup keseharian. Kepedulian kita dalam situasi masyarakat sekitar merupakan perwujudan iman kita akan Allah. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin