Jumat, 30 Maret 2012

Tuhan Menjadi Landasan Pengharapan Di Tengah Kesulitan dan Kegelapan

Oleh: Rm. Taucen Hotlan Girsang, OFM
Dikisahkan dalam bacaan pertama (2 Taw 36: 14-16.19-23) bahwa bangsa Israel sedang berjalan di dalam kesulitan dan kegelapan. Mereka terperosok ke dalam situasi ini karena TIDAK SETIA kepada perintah-perintah Tuhan. Mereka jatuh pada penyembahan berhala dan menajiskan Rumah Tuhan. Mereka melalaikan hari sabat. Walau mereka sudah berulangkali diperingatkan oleh Tuhan melalui para nabi, namun mereka membandal. Mereka tidak mau mendengar.

Akibatnya, masa kegetiran yang tak terelakkan pun terjadi atas mereka. Bangsa itu dibuang ke Babel dan dijadikan budak. Tidak hanya itu, Bait Kudus Yerusalem pun dibakar dan temboknya dirubuhkan. Padahal, Bait Tuhan merupakan pusat hidup keagamaan bangsa itu. Di tengah puing-puing kehancuran ini, Tuhan membuka pintu pengharapan dengan menggerakkan hati Koresh, raja negeri Persia. Raja ini memberi mereka peluang untuk pulang ke tanah leluhurnya bahkan menugaskan mereka untuk kembali membangun Bait Allah. Sinar pengharapan itu pun kembali menyala. 

Kisah pilu masa pembuangan dan perbudakan di Babel dinilai bangsa Israel sebagai masa gelap, penuh kesulitan dan kegetiran hidup. Mereka sadar bahwa hal itu terjadi karena perbuatan mereka sendiri. Melalui pengharapan bahwa Allah pasti setia dan tak pernah ingkar janji, mereka menggantungkan nasib pembebasan mereka hanya pada Allah saja.

Hal yang senada tentu kita temukan juga dalam kata-kata Paulus pada bacaan kedua. Di sana Paulus berbicara tentang mati karena kesalahan tetapi diselamatkan berkat kasih karunia. Paulus menekankan pembebasan manusia dari belenggu dosa melulu karena rahmat. Tuhan sendiri yang bertindak menyelamatkan manusia tanpa harus mempertimbangkan terlebih dahulu jasa-jasa manusia.

Dalam percakapan antara Yesus dan Nikodemus dalam bacaan Injil, kita menemukan penawaran HIDUP BARU. Hidup baru ditawarkan oleh Yesus melalui jalan penderitaan di salib. Dia merujuk pada Musa yang meninggikan ular di padang gurun. Demikianlah nantinya Anak Manusia harus ditinggikan supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal. Jalan penderitaan ditempuh karena KASIH. Hidup baru yang ditawarkan oleh Yesus rupanya menunjuk pada diri-Nya sendiri. Hanya melalui Dia yang menderita di salib, orang akan memperoleh hidup baru, hidup di dalam terang. Melalui Dia, orang akan meninggalkan kegelapan.

Manusia tentu saja kerap berada dalam hal-hal sulit. Dalam keadaan terbelenggu, misalnya oleh sakit-penyakit, oleh kehilangan pekerjaan, oleh kenaikan bbm, oleh kemiskinan, oleh ketidakadilan dan kekerasan, manusia justru goyah dalam iman dan kehilangan pengharapan serta jatuh pada keputusasaan. Rasanya sangat sulit untuk mengeluarkan diri. Padahal, pada kenyataannya Kitab Suci berbicara lain. Justru dalam situasi sulit Tuhan hadir sebagai sumber pengharapan. Dia hadir sebagai jalan pembebasan melalui rahmat-Nya.

Tak jarang pula kita mesti hidup bersama dengan manusia yang arogan dan sombong, penuh kelicikan dan kepicikan. Orang yang bermegah diri. Orang yang menganggap dirinya memiliki “nilai lebih” daripada orang lain. Orang yang menganggap diri “unggul”. Orang yang tak mampu mengucap syukur atas hal-hal baik yang terjadi pada orang lain. Orang yang mengandung di dalam dirinya segala kebusukan dan pikiran jahat, kata-kata yang merongrong dan sikap-sikap permusuhan. Orang menempatkan diri sebagai pembebas sesama padahal pada saat yang sama dirinya sendirilah yang seharusnya dibebaskan karena tak mampu membebaskan diri sendiri. Manusia semacam inilah yang dikatakan oleh Yesus sebagai manusia yang lebih menyukai kegelapan daripada terang sebab perbuatan-perbuatannya jahat. Dia tidak senang orang lain menjadi lebih baik. Dia membenci orang tulus yang berjalan di dalam kebenaran. Tetapi, kita tidak perlu galau dan gelisah karena hal itu. Sebab, pengharapan bangsa Israel saat pembuangan maupun undangan hidup baru yang ditawarkan oleh Yesus dapat menjadi keyakinan kita. Mari kita kembali kepada keyakinan bahwa Tuhanlah satu-satunya sumber rahmat, pengharapan dan pembebasan kita. Betapa pun tantangan yang dihadapi, betapa pun kita dicobai oleh orang sombong dan picik, jika kita bersama Tuhan pastilah segalanya akan menjadi lebih baik. Tuhan Yesus memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin