Rabu, 11 April 2012

Dari Perjamuan Paskah ke Ekaristi; Warisan Iman yang Dihidupi

Oleh: RP. Stanilaus Agus Haryanto, OFM. – Pastor Vikaris Paroki Santo Paulus Depok periode 2010-2013

KOTA DEPOK - Perjamuan Paskah dalam tradisi Yahudi bukan sekadar ritual tahunan, melainkan perayaan iman yang mengakar dalam sejarah pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Setiap unsur dalam perjamuan itu—empat cawan anggur, roti tak beragi, sayur pahit, doa-doa berbahasa Ibrani—menyimpan makna simbolis yang dalam. Keterlibatan seluruh anggota keluarga mencerminkan kesatuan dan partisipasi aktif dalam mengenang karya keselamatan Allah.

Yesus Kristus, sebagai seorang Yahudi, tidak hanya memahami tradisi ini, tetapi menghidupinya. Dalam Perjamuan Malam Terakhir, Ia mengikuti tata cara Paskah Yahudi, namun memberi makna baru yang melampaui simbol. Ia tidak sekadar memperingati pembebasan masa lalu, tetapi menetapkan peristiwa penyelamatan yang akan digenapi melalui salib dan kebangkitan-Nya.

Yesus memulai Perjamuan dengan cawan pengudusan (KADESH), seperti tercatat dalam Lukas 22:17. Ia membasuh tangan dan mencelupkan sayuran (UREKHATS), sebagaimana dilakukan dalam Yohanes 13:26-27. Ia memecah roti tak beragi (MATSAH) dan menyisihkannya, seperti dalam Matius 26:26 dan Lukas 22:19.

Namun, pada momen penting, Yesus mengubah doa berkat atas roti dan anggur. Ia berkata, “Ambillah, makanlah, inilah Tubuh-Ku,” dan “Minumlah kamu semua dari cawan ini, sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat 26:26-28). Dengan ini, Yesus menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan kurban-Nya.

Ekaristi bukan hanya peringatan, tetapi penghadiran misteri Paskah Kristus secara sakramental. Dalam doa syukur agung, terdapat anamnesis—kenangan akan karya besar Allah. Ekaristi menghadirkan kurban salib, menerapkan buah-buahnya, dan mempersatukan umat dengan Kristus.

Dengan menyambut Komuni Kudus, umat:

  • Dipersatukan secara mesra dengan Kristus.
  • Dibersihkan dari dosa dan dikuatkan untuk menghindari dosa di masa depan.
  • Dipersatukan dalam tubuh mistik Kristus.
  • Didorong untuk hidup solider dengan sesama, terutama yang menderita.

Para murid mungkin tidak sepenuhnya memahami maksud Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir. Mereka mengira itu hanyalah perjamuan Paskah seperti biasa. Namun Yesus bermaksud mengantisipasi peristiwa salib, sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Ia ingin menanamkan dalam hati para murid bahwa Mesias harus menderita untuk masuk dalam kemuliaan-Nya (Luk 24:26).

Perjamuan itu menjadi penetapan bagi Ekaristi yang kita rayakan hari ini. Dalam setiap Misa, kita tidak hanya mengenang, tetapi juga mengalami kembali kasih Allah yang mengurbankan diri-Nya bagi kita.

Yesus berkata, “Jika kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak akan mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh 6:53). Maka, marilah kita menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidup, sumber kekuatan, dan panggilan untuk berbagi kasih.

Semoga tulisan ini membantu kita semua untuk mengalami dan memaknai perayaan Paskah secara baru—bukan hanya sebagai tradisi, tetapi sebagai panggilan untuk hidup dalam kasih dan pengorbanan. Segalanya mungkin sudah tersedia, namun apakah kita akan membiarkannya berlalu begitu saja? Mari kita berbagi dalam hidup ini.

 

#ekaristikudus #perjamuanpaskah #kerasulanawam #imandalamaksi #yesussumberkasih #tradisiyahudi #liturgikatolik #paskahkristus #tubuhkristus #katolikaktif

1 komentar:

  1. Jika ada yang minat dengan relief perjamuan dari kayu silahkan kunjungi website kami di http://www.jayaantikafurniture.com dan untuk pemesanan silahkan hubungi kami di jeparacarving@yahoo.com atau HP 081390433160 pin BB 76606632 atau WhatsApp 08985247305

    BalasHapus

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin