Selasa, 24 April 2012

“Kamu Adalah Saksi dari Semuanya Ini”; Menjadi Saksi Kebangkitan di Tengah Dunia yang Terluka

Oleh: RP. Yoseph Selvinus Agut OFM, Komunitas Novisiat OFM Transitus Depok

KOTA DEPOK - Injil Minggu ini menyuguhkan sebuah ironi yang menggugah: para murid yang telah menyaksikan langsung kebangkitan Kristus justru masih terheran-heran. Mereka belum sepenuhnya memahami makna dari peristiwa yang mengubah sejarah manusia itu. Maka Yesus menampakkan diri, bukan sekadar untuk meneguhkan iman mereka, tetapi untuk merangkum kembali seluruh warta gembira hidup-Nya. Ia menegaskan, “Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati… dan dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan harus disampaikan ke seluruh bangsa.” Dan kepada para murid, Ia berkata, “Kamu adalah saksi dari semuanya ini.”

Menjadi saksi bukanlah tugas ringan. Ia menuntut penyerahan diri secara total, pengorbanan, dan kesetiaan untuk mengikuti jejak Kristus. Namun, di tengah dunia yang semakin terjebak dalam egoisme, individualisme, konsumerisme, dan hedonisme, menjadi saksi terasa seperti menantang arus besar. Segala sesuatu kini diukur dengan untung-rugi, bukan kebenaran. Bahkan tindakan iman pun sering kali dipertanyakan relevansinya.

Alm. Romo Mangunwijaya pernah menyuarakan kegelisahan ini. Ia menyebut bahwa tindakan demi agama kini dianggap penuh risiko dan sarat kegagalan. Budaya instan dan mentalitas menjiplak telah menggerus keberanian untuk menjadi otentik. Padahal, nilai-nilai religiositas justru menampilkan kejujuran terdalam manusia. Ketika manusia mengarahkan hidupnya kepada Tuhan, ia akan merasa rapuh, berdosa, dan terus-menerus dipanggil untuk bertumbuh.

Kebangkitan Kristus adalah wujud konkret solidaritas Allah terhadap manusia. Ia tidak tinggal di surga, tetapi turun ke dunia, menderita, wafat, dan bangkit demi keselamatan kita. Solidaritas ini bukan sekadar empati, tetapi keterlibatan total dalam penderitaan manusia.

Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk meneladani solidaritas ini. Bukan hanya dalam perjuangan sosial dan hak asasi, tetapi terutama dalam relasi kita dengan Allah. Solidaritas kepada sesama harus berakar pada solidaritas kepada Allah yang lebih dahulu solider kepada kita.

Dalam kerasulan awam, solidaritas ini menjelma dalam berbagai bentuk: pendampingan hukum bagi yang tertindas, pemberdayaan ekonomi bagi yang miskin, pendidikan bagi yang terpinggirkan, dan pelayanan sosial bagi yang terabaikan. Semua ini bukan sekadar aksi sosial, tetapi perwujudan iman yang hidup.

Solidaritas sejati mengandaikan penghargaan terhadap martabat manusia. Dalam setiap orang, kita melihat wajah Kristus. Maka, kita tidak boleh memperlakukan sesama sebagai alat, tetapi sebagai partner dalam karya keselamatan. Gereja, melalui kerasulan awam, menjadi saksi bahwa setiap manusia layak dicintai, dihormati, dan dilayani.

Kita masih berada dalam suasana Paskah—suasana sukacita dan harapan. Kebangkitan Kristus adalah janji bahwa yang buruk dapat diubah menjadi baik, yang sedih menjadi sukacita, yang berdosa menjadi ditebus. Seperti Petrus yang akhirnya berani bersaksi, kita pun dipanggil untuk menjadi saksi di tengah dunia.

Menjadi saksi berarti hidup dalam terang kebangkitan. Artinya, kita tidak menyerah pada kegelapan dunia, tetapi terus menyalakan lilin harapan. Kita tidak hanya percaya, tetapi juga bertindak. Kita tidak hanya berdoa, tetapi juga melayani.


#saksikebangkitan #solidaritaskristiani #kerasulanawam #gerejahidup #imandalamtindakan #martabatmanusia #paskahsetiaphari #kristusbangkit #rasulawam #cintaallahuntukdunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin