![]() |
Sabtu sore, 19 Mei 2012, sebanyak 75 anak calon penerima Komuni Pertama tiba
di Griya Alam Ciganjur. Didampingi para pembimbing Bina Iman dan Orang Muda
Katolik (OMK), mereka menjalani serangkaian kegiatan yang dirancang bukan hanya
untuk menghibur, tetapi membentuk: permainan, api unggun, pembacaan Kitab Suci,
doa, dan renungan hingga tengah malam.
Keesokan harinya, giliran para orangtua yang mengikuti retret bertema “Saya
adalah Orangtua.” Dibuka oleh Pastor Markus Gunadi, OFM—mantan pastor paroki
yang kini bertugas di Atambua—retret ini menjadi ruang refleksi bersama tentang
tanggung jawab iman dalam keluarga Katolik.
Dalam sesi utama, RD. Alfonsus Sutarno menegaskan bahwa pembinaan iman anak
adalah tanggung jawab utama keluarga. “Peran orangtua tidak tergantikan oleh
teknologi atau media,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa iman bukan hanya
diajarkan di sekolah atau gereja, tetapi ditanamkan melalui teladan hidup
sehari-hari.
Psikolog Bernadet Arijanti Carolina menambahkan bahwa keteladanan harus
tampak dalam tutur kata, sikap, dan tindakan: doa bersama, membaca Kitab Suci,
mengikuti Ekaristi, dan berbagi kepada sesama. Ia juga menyoroti tantangan
zaman: kemacetan, kesibukan, media massa, dan gaya hidup konsumtif yang
menggerus waktu dan perhatian orangtua.
Christina Andys, pembimbing BIA/BIR, menyampaikan keprihatinan mendalam.
“Banyak anak lebih dekat dengan pembantu daripada orangtuanya sendiri. Mereka
bahkan menyebut pembantu sebagai sosok paling berjasa dalam hidup mereka,”
ungkapnya. Ini menjadi alarm keras bagi Gereja dan keluarga Katolik untuk
kembali menata prioritas.
Retret ditutup dengan Perayaan Ekaristi oleh Pastor Alfons Sutarno. Namun,
perjalanan anak-anak belum selesai. Mereka masih harus melewati tahap-tahap
pembinaan agar Komuni Kudus tidak menjadi rutinitas tanpa makna.
Dalam retret ini, anak-anak diajak merumuskan niat konkret: menghindari
dosa, rajin berdoa, bersikap hormat di gereja, dan berbagi berkat kepada
sesama. Semua ini menjadi bekal untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus dengan
hati yang siap.
Salah satu peserta, Pamungkas, dengan polos berkata, “Persiapannya sih, apa
saja boleh deh…” Namun ia menambahkan dengan mantap bahwa ia ingin menjadi anak
yang baik bagi orangtua, gereja, dan sesama. Sebuah pernyataan sederhana, namun
sarat makna.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat kegiatan
ini sebagai bentuk nyata dari misi Gereja dalam bidang pendidikan iman, sosial,
dan kemasyarakatan. Retret ini bukan hanya membentuk anak-anak, tetapi juga menyadarkan
orangtua akan peran profetik mereka.
Gereja yang hidup adalah Gereja yang membina, mendampingi, dan menumbuhkan.
Dan keluarga adalah Gereja mini tempat benih iman pertama kali ditanam. Mari
kita terus mewartakan kasih dan cinta Allah melalui anak-anak kita—generasi
penerus Gereja Kristus.
#komunipertama #retretanakkatolik #kerasulanawam #gerejamini #imananak #binaiman #stpaulusdepok #cintaallahuntukdunia #pendidikaniman #keluargakatolik #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin