Sabtu, 26 Mei 2012

“Siapakah Aku Ini?”; Retret Komuni Pertama dan Tanggung Jawab Iman dalam Keluarga


CIGANJUR -Di tengah hiruk-pikuk kehidupan urban dan derasnya arus digitalisasi, Gereja Katolik Paroki St. Paulus-Depok mengajak umatnya untuk kembali ke akar: keluarga sebagai sekolah pertama dan utama iman. Retret calon penerima Komuni Pertama tahun 2012 menjadi bukti nyata bahwa pembinaan iman bukan sekadar program, melainkan panggilan hidup.

Sabtu sore, 19 Mei 2012, sebanyak 75 anak calon penerima Komuni Pertama tiba di Griya Alam Ciganjur. Didampingi para pembimbing Bina Iman dan Orang Muda Katolik (OMK), mereka menjalani serangkaian kegiatan yang dirancang bukan hanya untuk menghibur, tetapi membentuk: permainan, api unggun, pembacaan Kitab Suci, doa, dan renungan hingga tengah malam.

Keesokan harinya, giliran para orangtua yang mengikuti retret bertema “Saya adalah Orangtua.” Dibuka oleh Pastor Markus Gunadi, OFM—mantan pastor paroki yang kini bertugas di Atambua—retret ini menjadi ruang refleksi bersama tentang tanggung jawab iman dalam keluarga Katolik.

Dalam sesi utama, RD. Alfonsus Sutarno menegaskan bahwa pembinaan iman anak adalah tanggung jawab utama keluarga. “Peran orangtua tidak tergantikan oleh teknologi atau media,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa iman bukan hanya diajarkan di sekolah atau gereja, tetapi ditanamkan melalui teladan hidup sehari-hari.

Psikolog Bernadet Arijanti Carolina menambahkan bahwa keteladanan harus tampak dalam tutur kata, sikap, dan tindakan: doa bersama, membaca Kitab Suci, mengikuti Ekaristi, dan berbagi kepada sesama. Ia juga menyoroti tantangan zaman: kemacetan, kesibukan, media massa, dan gaya hidup konsumtif yang menggerus waktu dan perhatian orangtua.

Christina Andys, pembimbing BIA/BIR, menyampaikan keprihatinan mendalam. “Banyak anak lebih dekat dengan pembantu daripada orangtuanya sendiri. Mereka bahkan menyebut pembantu sebagai sosok paling berjasa dalam hidup mereka,” ungkapnya. Ini menjadi alarm keras bagi Gereja dan keluarga Katolik untuk kembali menata prioritas.

Retret ditutup dengan Perayaan Ekaristi oleh Pastor Alfons Sutarno. Namun, perjalanan anak-anak belum selesai. Mereka masih harus melewati tahap-tahap pembinaan agar Komuni Kudus tidak menjadi rutinitas tanpa makna.

Dalam retret ini, anak-anak diajak merumuskan niat konkret: menghindari dosa, rajin berdoa, bersikap hormat di gereja, dan berbagi berkat kepada sesama. Semua ini menjadi bekal untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus dengan hati yang siap.

Salah satu peserta, Pamungkas, dengan polos berkata, “Persiapannya sih, apa saja boleh deh…” Namun ia menambahkan dengan mantap bahwa ia ingin menjadi anak yang baik bagi orangtua, gereja, dan sesama. Sebuah pernyataan sederhana, namun sarat makna.

Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya melihat kegiatan ini sebagai bentuk nyata dari misi Gereja dalam bidang pendidikan iman, sosial, dan kemasyarakatan. Retret ini bukan hanya membentuk anak-anak, tetapi juga menyadarkan orangtua akan peran profetik mereka.

Gereja yang hidup adalah Gereja yang membina, mendampingi, dan menumbuhkan. Dan keluarga adalah Gereja mini tempat benih iman pertama kali ditanam. Mari kita terus mewartakan kasih dan cinta Allah melalui anak-anak kita—generasi penerus Gereja Kristus.

 

️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. – Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Katolik

#komunipertama #retretanakkatolik #kerasulanawam #gerejamini #imananak #binaiman #stpaulusdepok #cintaallahuntukdunia #pendidikaniman #keluargakatolik #shdariusleka #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin