Senin, 06 Agustus 2012

PORTIUNCULA

Oleh: P. Alex Lanur, OFM
Gereja yang telah ditinggalkan
Dalam pada itu hamba Allah yang suci (yakni St. Fransiskus dari Asisi) itu telah berganti jubah dan memperbaiki Gereja San Damiano. Ia lalu pergi ke tempat lain di dekat kota Asisi. Di sana dia mulai membangun kembali Gereja kecil St. Petrus yang bobrok dan nyaris roboh. Permulaan yang baik itu tidak dihentikannya, sampai dia menyelesaikan semuanya.
Dari sana dia lalu pergi ke tempat yang dinamakan Portiuncula. Di sana ada Gereja St. Perawan Maria Bunda Allah, yang sudah lama didirikan, tetapi sekarang telah ditinggalkan dan tidak dihiraukan seorang pun. Ketika hamba Allah yang suci itu melihat betapa rusaknya Gereja itu, maka ibalah hatinya, sebab bernyala-nyala baktinya kepada Bunda segala kebaikan; dan ia mulai menetap di situ (1 Cel 21; bdk. LegMaj II. 28).

Bangunan Persekutuan Para Saudara
Di sana telah dibangun Gereja untuk Santa-Perawan-Bunda, yang karena kerendahan hatinya yang khas patut menjadi kepala segala orang Kudus sesudah Puteranya. Di sana ordo saudara dina mendapat awalnya. Ketika jumlahnya berlipat ganda di sana pun sebagai fundamen yang kokoh kuat berdirilah bangunan megah persekutuan mereka. Tempat ini dicintai oleh Sang Santo di atas semua lainnya; dan saudara-saudaranya disuruhnya menjunjung tinggi ini dengan penghormatan khusus. Dan ia pun menghendaki supaya tempat ini selalu dipelihara baik-baik sebagai cermin ordo dalam hal kerendahan hati dan kemiskinan tertinggi (2 Cel 18).

Hormat dan Cinta akan Bunda Allah
Dua ceritera yang singkat di atas bermaksud menunjukkan betapa St. Fransiskus dari Asisi sangat menghormati dan mencintai Santa-Perawan-Bunda. Di tempat yang lain dia merincikannya dengan mengatakan “Fiman Bapa itu yang begitu luhur, begitu kudus dan mulia telah disampaikan dari surga oleh Bapa yang Mahatinggi, dengan perantaraan Gabriel malaikat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria yang kudus dan mulia. Dari kandungannya, Firman itu telah menerima daging sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita. Dia sekali pun kaya melampaui segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat berbahagia” (2 SurBerim 4-5). Artinya persetujuan Bunda Maria memungkinkan Sabda menjadi daging dan mendamaikan kita kembali dengan Allah. Dan hal itu terjadi dengan “mengosongkan dirinya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2: 7-8).
Dia juga menghormati dan mencintai Santa-Perawan-Bunda karena Bunda Maria “dipilih oleh Bapa yang Maha Kudus di surga dan dikuduskan oleh Dia bersama dengan Putera terkasih-Nya yang Maha Kudus serta Roh Kudus Penghibur” (Sal Mar 2). Dengan demikian berkat kesetiaannya dia menjadi tempat kediaman Allah Tritunggal yang Maha Kudus. Dan sebagai tempat kediaman Allah Tritunggal Yang Maha Kudus itu Bunda Maria menjadi contoh dan teladan bagi St. Fransiskus sendiri, bagi para saudaranya serta bagi semua orang beriman. Diharapkan bahwa mereka menjadi orang-orang yang percaya serta setia kepada Allah seperti yang diwujudnyatakan oleh Bunda Maria sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin