Jumat, 01 Februari 2013

TARIK ULUR PEMBENTUKAN KOMUNITAS UMAT BASIS (KUB) AKHIRNYA DIRESMIKAN

Bekerjalah sebagai teamwork, jangan pernah berkerja sendiri
Tentu menjadi catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah Gereja Katolik St. Paulus-Depok. Karena pada hari itu, Minggu (27/1/2013) Istilah lingkungan yang sudah familier dikalangan umat Katolik resmi berubah nama menjadi wilayah.
Bersama 800-an umat, Misa pukul 08.00 WIB yang dipimpin Pastor Paroki RP. Tauchen Hotlan Girsang, OFM menjadi saksi atas serah terima serta pelantikkan Ketua Wilayah dan Ketua Komunitas Umat Basis (KUB) masa bakti 2013-2015 menggantikan kepengurusan masa bakti 2010-2012.
“Dasar utama terbentuknya Komunitas Umat Basis (KUB) adalah berdasarkan Sinode Keuskupan Bogor tahun2002. dimana dicanangkan disitu salah satu misi dari Keukupan Bogor agar membentuk Komunitas Umat Basis. Tujuannya dalam jumlah umat yang lebih sedikit, mudah berkumpul yang berpusat pada Yesus Kristus, mendengarkan Firman Tuhan dan bersolidaritas atau berbela rasa dengan sesama.
Kemudian apa yang dicanangkan dalam misi keuskupan itu dicanangkan juga dalan misi paroki St. Paulus-Depok, yaitu membentuk Komunitas Umat Basis. Saya kurang tahu kapan misi itu disusun tapi sebenarnya misi itu sudah lama hanya pelaksanaannya agak susah. Sudah berulang-ulang dicoba dari tahun-tahun sebelumnya namun tidak berhasil.
Pada TEPAS (Temu Pastoral) 2007 Keuskupan Bogor diingatkan lagi soal visi-misi keukupan itu karenanya dibeberapa paroki hal itu sudah diterapkan. Mungkin hanya dalam memakai nama yang berbeda. Untuk paroki kita saya lebih cendrung memilih nama Komunitas Umat Basis dengan harapan orang berpikiran komunitas umat basis itu bukanlah lingkungan walaupun sebenarnya maksudnya ke arah sana yaitu lingkungan yang dulu kita sebut sekarang menjadi wilayah”, demikian penjelasan Pastor Tauchen kepada Darius AR (Koordinator KOMSOS Paroki St. Paulus-Depok).
Masih menurut Pastor Tauchen, Proses pembentukan KUB diparoki kita ini sesuai dengan misi keuskupan kurang lebih berjalan satu tahun sejak tahun 2012. Januari di canangkan dan dievaluasikan pada bulan Agustus tetapi belum jalan juga. Sebenarnya ini bukan merupakan program baru tapi program lama namun kita saaaangat terlambat untuk menerapkannya. Sangat terlambat. Kita pun mengirimkan lagi surat ke setiap lingkungan, diberi waktu hingga bulan Oktober. Ternyata sebagian jalan sebagiannya lagi belum. Kita terus mencari metode dengan harapan bulan Novembver sampai Desember semuanya sudah terbentuk. Puji Tuhan semuanya bisa berjalan. Dari 17 Wilayah kini bertambah menjadi 18 Wilayah hasil pemekaran dari St. Ignatius Loyola yaitu wilayah St. Stefanus. Sebenarnya masih ada lagi wilayah yang harus dimekarkan. Misalnya wilayah St. Laurensius dan St. Fransiskus Asisi. Ke-18 Wilayah itu akan membawahi beberapa Komunitas Umat Basis (KUB). Sementara saat ini ada 44 KUB. Hanya wilayah St. Norbertus yang sampai hari ini belum terbentuk KUB-nya, jelas Pastor asal Sumatera Utara ini.

Informasi Ke Umat Tidak “Utuh”
Pastor Tauchen juga mengatakan, “Terjadinya tarik ulur serta perbedaan pandangan seakan-akan program ini dibuat oleh pastor paroki menjadi salah satu penyebab lambatnya pembentukan KUB. Perbedaan pendangan soal pembentukkan Komunitas Umat Basis sebenarnya hanya mindset dari segelintir orang pengurus yang membuat tidak nyambung. Dari segi konsep untuk membentuk KUB sebenarnya sama dengan lingkungan yang lama. Kita hanya ubah namanya menjadi wilayah.
Namun perlu diingat kita harus bedakan istilah dengan content (isi). Artinya isi-nya tetap namanya saja yang kita ganti. Jangan sampai kita beranggapan bahwa program ini hanya untuk memecah belahkan umat. Terus yang kedua dari sebagian pengurus itu belum paham soal visi misi keuskupan dan visi misi paroki. Sangat disayangkan, karenanya begitu kita buat program seakan-akan program ini baru sama sekali. Jadi ada resistance.
Padahal ini sudah sangat lama dan terlambat. Saya kira letak perbedaan pemahamannya ada disitu. Selain itu tidak semua tapi hanya sebagian kecil saja yaitu tidak menyampaikan informasi yang tepat yang kita sampaikan dari paroki. Ada komunikasi yang di sampaikan ke umat itu yang tidak “utuh”.

Jangan Pernah Bekerja Sendiri
Pastor yang biasa disapa Romo Tauchen berharap “Yang mempersatukkan kita seluruhnya adalah paroki maka kaki yang menunjang paroki itu adalah wilayah. Karenanya kalau masing-masing wilayah dengan pengurusnya saling menunjang seperti yang ada diparoki otomatis sinergi. Lalu yang kedua wilayah bisa menunjang paroki maka harus ada KUB. KUB pun harus sinergi dengan pengurus wilayah, otomatis akan bersinergi dengan paroki.
Dengan demikian segala apa yang terjadi di paroki bisa langsung diketahui oleh wilayah dan diteruskan ke KUB masing-masing. Dan KUB tidak pernah kekurangan informasi tentang apa yang terjadi di paroki. Sebab menurut saya kesulitan yang paling besar adalah sistim komunikasi yang macet/ putus sehingga banyak kegiatan yang tidak sinergi.
Saya yakin dengan terbentuknya Koumunitas Umat Basis dan kepengurusan yang ada di wilayah bersama seksi-seksinya, lengkap seperti yanga ada di paroki, bisa mempermudah dalam bekerjasama. Kepada para pengurus yang baru saya berpesan jangan pernah bekerja sendiri melainkan bekerjalah sebagai teamwork dengan seksi-seksi yang ada” harapnya. (Darius AR)

1 komentar:

  1. Terkait dengan artikel diatas khususnya masalah KUB, setelah mendengarkan materi dan penjelasan Rm. Dri tentang Pemerintahan Gereja Katolik pada pembekalan pengurus yang diberikan tgl 16 mar 2013, KUB masih akan diteruskan??

    BalasHapus

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin