Para petani dari berbagai desa di Rembang, Jawa Tengah, yang memulai
protes dengan kaki disemen minggu lalu, juga mendapat dukungan dari para
aktivis lingkungan pada 20 Maret. Gereja pun ikut memberikan dukungan.
“Protest ini simbol kehidupan kami yang dirantai oleh pabrik,” kata Joko Prianto, koordinator protes, seperti dilansir ucanews.com, Kamis, 23/3/2017).
Ia mengatakan bahwa pabrik semen itu akan merusak kualitas mata air di pegunungan Kendeng.
“Sumber mataair harus dilindungi. Karena kalau tidak, kami akan mengalami kekurangan air parah selama musim kemarau dan banjir pada musim hujan,” katanya.
Pembangunan parik PT. Semen Indonesia dimulai tahun 2014 tapi para petani berusaha untuk menghalanginya. Operasi perusahaan itu dijadwalkan mulai bulan April, tapi peluncurannya ditunda.
Menganggapi protes para petani itu, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan perusahaan telah menawarkan beberapa solusi kepada para petani, termasuk membangun sistem pembendung sehingga tidak menyebabkan air tercemar.
Romo Aloysius Budi Purnomo, Pr, ketua Komisi Hubungan Antara Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, mendukung langkah para petani tersebut.
“Mereka berjuang karena mereka melihat alam dirusak akibat eksploitasi sumber daya alam. Ini yang dibicarakan Paus Fransiskus dalam Laudato si,” kata Romo Budi.
“Ensiklikal itu mendorong gereja untuk mendukung upaya-upaya mereka yang berjuang untuk mempertahankan keutuhan ciptaan,” lanjutnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Muhammad Nurkhoiron dari Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Salah satu upaya yang dilakukan Komnas HAM adalah untuk melindungi lingkungan pegunungan untuk kebaikan semua orang. Hak atas air adalah bagian dari hak asasi manusia,” kata Nurkhoiron.
Pada bulan April 2016, protes serupa pernah dilakukan selama dua hari sampai staf kepresidenan berjanji untuk menjadwalkan pertemuan antara para petani dengan presiden. Bulan Agustus mereka bertemu dengan presiden yang mengatakan bahwa tidak akan ada ijin hingga studi dampak lingkungan selesai.
Para ahli yang terlibat dalam studi dilaporkan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan operasi. Pada 23 Februari, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan ijin tapi para petani menentang hasil studi tersebut.
_____________________
Darius Leka,SH/Sumber: ucanews.com
“Protest ini simbol kehidupan kami yang dirantai oleh pabrik,” kata Joko Prianto, koordinator protes, seperti dilansir ucanews.com, Kamis, 23/3/2017).
Ia mengatakan bahwa pabrik semen itu akan merusak kualitas mata air di pegunungan Kendeng.
“Sumber mataair harus dilindungi. Karena kalau tidak, kami akan mengalami kekurangan air parah selama musim kemarau dan banjir pada musim hujan,” katanya.
Pembangunan parik PT. Semen Indonesia dimulai tahun 2014 tapi para petani berusaha untuk menghalanginya. Operasi perusahaan itu dijadwalkan mulai bulan April, tapi peluncurannya ditunda.
Menganggapi protes para petani itu, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan perusahaan telah menawarkan beberapa solusi kepada para petani, termasuk membangun sistem pembendung sehingga tidak menyebabkan air tercemar.
Romo Aloysius Budi Purnomo, Pr, ketua Komisi Hubungan Antara Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, mendukung langkah para petani tersebut.
“Mereka berjuang karena mereka melihat alam dirusak akibat eksploitasi sumber daya alam. Ini yang dibicarakan Paus Fransiskus dalam Laudato si,” kata Romo Budi.
“Ensiklikal itu mendorong gereja untuk mendukung upaya-upaya mereka yang berjuang untuk mempertahankan keutuhan ciptaan,” lanjutnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Muhammad Nurkhoiron dari Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Salah satu upaya yang dilakukan Komnas HAM adalah untuk melindungi lingkungan pegunungan untuk kebaikan semua orang. Hak atas air adalah bagian dari hak asasi manusia,” kata Nurkhoiron.
Pada bulan April 2016, protes serupa pernah dilakukan selama dua hari sampai staf kepresidenan berjanji untuk menjadwalkan pertemuan antara para petani dengan presiden. Bulan Agustus mereka bertemu dengan presiden yang mengatakan bahwa tidak akan ada ijin hingga studi dampak lingkungan selesai.
Para ahli yang terlibat dalam studi dilaporkan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan operasi. Pada 23 Februari, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan ijin tapi para petani menentang hasil studi tersebut.
_____________________
Darius Leka,SH/Sumber: ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin