Minggu, 28 Juni 2020

Menyulam Persaudaraan dalam Kasih; Jejak Damai OFM di Pesantren Depok

KOTA DEPOK – Di tengah dunia yang kerap diguncang oleh perpecahan dan prasangka, sekelompok biarawan Katolik memilih jalan yang berbeda: jalan silaturahmi. Bukan sekadar kunjungan, tetapi sebuah pernyataan iman—bahwa kasih Allah tak mengenal batas agama.

Awal Februari 2019, Ordo Fratrum Minorum (OFM) Guardian Depok, yang dikenal sebagai Ordo Saudara Dina pengikut jejak Santo Fransiskus dari Assisi, mengawali langkahnya dengan mengunjungi Pondok Pesantren Al Karimiyah di Sawangan, Depok. Sebuah gestur sederhana, namun sarat makna: bahwa kepedulian terhadap ciptaan Allah tak hanya berhenti pada alam, tetapi juga pada sesama manusia.

Langkah itu berlanjut. Pada Senin, 1 Juli 2019, para pastor dan frater OFM kembali menapaki jalan damai. Kali ini, mereka menyambangi Yayasan Darul Aitam Al Asyari di Kemiri Muka, Beji, Depok. Dipimpin oleh RP. Alferinus Gregorius Pontus, OFM dan RP. Fransiskus Assisi Oki Dwihatmanto, OFM, rombongan disambut hangat oleh para pengurus yayasan dan anak-anak yatim yang mereka asuh.

Ustadz Rafeudin, dalam sambutannya, menegaskan pentingnya silaturahmi sebagai ajaran universal. “Kita patut bersyukur bisa hidup bersama dalam suasana damai. Semoga kita tetap satu sebagai bangsa Indonesia yang rukun dan sejahtera,” ujarnya.

Ustadz Mohamad Iqbal menambahkan, “Kehadiran saudara-saudara di tempat ini menunjukkan bahwa silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah. Ini adalah warna asli Indonesia.”

Kata-kata mereka bukan basa-basi. Di tengah suasana hangat itu, terjalin dialog, tawa, dan harapan. Para frater mempersembahkan lagu-lagu bertema perdamaian, dan bantuan sederhana diberikan kepada anak-anak yatim. Sebuah pelukan kasih yang melampaui batas keyakinan.

Dalam refleksinya, Pater Goris mengisahkan perjumpaan legendaris antara Santo Fransiskus dari Assisi dan Sultan Malik al-Kamil di tengah Perang Salib tahun 1219. Di saat dunia diliputi kebencian, Fransiskus—seorang biarawan miskin tanpa alas kaki—menembus zona perang demi satu tujuan: berdialog.

“Fransiskus memohon untuk berdialog tentang perdamaian. Sultan yang dicap negatif oleh dunia Kristen ternyata lembut dan bijaksana, mau mendengarkan biarawan hina-dina itu,” tutur Pater Goris.

Kisah itu bukan dongeng. Ia adalah warisan spiritual yang kini dihidupi oleh para pengikut Fransiskus di Depok. Mereka hadir bukan untuk mengubah, tetapi untuk menyapa. Bukan untuk menghakimi, tetapi untuk merangkul.

Dalam ajaran Gereja Katolik, khususnya dalam dokumen Nostra Aetate, ditegaskan pentingnya dialog dan kerja sama dengan umat beragama lain. Rasul awam seperti Darius Leka, SH.MH., yang turut mendampingi kegiatan ini, menyebut bahwa misi Gereja bukan hanya di altar, tetapi juga di jalan-jalan kehidupan.

“Silaturahmi ini adalah bentuk pewartaan kasih Allah. Kita hadir sebagai sahabat, sebagai saudara, sebagai sesama ciptaan Tuhan,” ungkap Darius, Koordinator Kerasulan Awam Paroki Santo Paulus Depok.

Di tengah tantangan intoleransi dan polarisasi, kisah ini menjadi pengingat bahwa Indonesia dibangun di atas fondasi Bhinneka Tunggal Ika. Bahwa iman sejati tak pernah membangun tembok, melainkan jembatan.

Kunjungan OFM ke pesantren dan yayasan Islam bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju Indonesia yang lebih damai. Sebab seperti kata Santo Fransiskus: “Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai.”

️ Ditulioleh oleh seorang rasul awam Darius Leka, S.H. M.H. (Koordinator Kerasulan Awam Paroki Santo Paulus Depok)


#rasulawam #gerejakatolik #ofm #silaturahmilintasiman #toleransi #fransiskusassisi #depokdamai #komsoskatolik #persaudaraansejati #shdariusleka  #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin