POLANDIA - Salah satu guru rohani Paus Yohanes Paulus II adalah seorang tukang jahit bernama Jan Tyranowski, seorang awam Katolik yang menjadi pembimbing spiritualnya di masa muda di Kraków, Polandia.
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang kerap mengukur keberhasilan dari
gelar akademik, jabatan, dan status sosial, kisah ini datang sebagai tamparan
lembut namun menggugah: seorang tukang jahit sederhana di Kraków, Polandia,
menjadi guru spiritual bagi seorang pemuda yang kelak akan menjadi Paus Yohanes
Paulus II.
Namanya Jan Tyranowski. Ia bukan imam, bukan teolog, bukan dosen
universitas. Ia hanyalah seorang awam biasa yang bekerja sebagai penjahit.
Namun, di balik kesederhanaannya, ia memiliki kehidupan rohani yang mendalam,
cinta yang besar kepada Kristus, dan pemahaman yang kuat akan ajaran Gereja. Ia
adalah bukti nyata bahwa kerasulan awam bukanlah peran pinggiran, melainkan
panggilan luhur yang dapat membentuk sejarah Gereja.
Pada masa pendudukan Nazi di Polandia, banyak imam ditangkap dan dibuang ke
kamp konsentrasi. Dalam kekosongan itu, Jan Tyranowski ditunjuk oleh pastor
paroki untuk memimpin kelompok-kelompok rohani muda. Di sinilah Karol Wojtyła,
remaja yang kemudian menjadi Paus Yohanes Paulus II, bertemu dengan Jan.
Tyranowski memperkenalkan Karol pada spiritualitas mistik Katolik, terutama
ajaran St. Yohanes dari Salib dan St. Teresa dari Ávila. Ia mengajarkan bahwa
kekudusan bukanlah hak istimewa para rohaniwan, melainkan panggilan universal
semua orang beriman. Ajaran ini kelak menjadi fondasi teologis penting dalam
ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Christifideles Laici, tentang peran
umat awam dalam Gereja dan dunia.
Kisah Jan Tyranowski bukan sekadar anekdot sejarah. Ia adalah cerminan dari
ajaran Gereja yang tertuang dalam Kitab Suci dan Magisterium. Dalam 1 Petrus
2:9, tertulis: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa
yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri.” Ini menegaskan bahwa setiap orang
beriman, termasuk awam, dipanggil untuk menjadi imam dalam arti rohani:
mempersembahkan hidupnya bagi Allah.
Konsili Vatikan II, melalui dokumen Lumen Gentium dan Apostolicam
Actuositatem, menegaskan bahwa umat awam memiliki peran aktif dalam misi
Gereja. Mereka dipanggil untuk menguduskan dunia dari dalam, melalui pekerjaan,
keluarga, dan keterlibatan sosial.
Sebagai seorang advokat dan aktivis kerasulan awam, saya sering bertanya
pada diri sendiri: Apakah saya sudah menjadi “Jan Tyranowski” bagi
orang-orang di sekitar saya? Apakah saya sudah cukup menghadirkan Kristus
di ruang sidang, di komunitas, di tengah masyarakat yang haus akan keadilan dan
kasih?
Kisah ini mengingatkan kita bahwa kerasulan awam bukanlah tentang panggung
besar atau sorotan media. Ia adalah tentang kesetiaan dalam hal-hal kecil,
tentang membimbing satu jiwa dalam diam, tentang menjadi terang di tempat yang gelap.
Jan Tyranowski tidak pernah membayangkan bahwa pemuda yang ia bimbing akan
menjadi Paus. Tapi ia tahu satu hal: bahwa setiap jiwa berharga di mata Allah.
Dan dengan cinta yang besar, ia menjahit bukan hanya pakaian, tapi juga masa
depan Gereja.
Hari ini, kita dipanggil untuk melakukan hal yang sama. Menjadi saksi kasih
Allah di dunia, dalam profesi kita, dalam keluarga kita, dalam masyarakat kita.
Karena seperti kata Paus Yohanes Paulus II: “Jangan takut! Bukalah pintu
bagi Kristus.”
✍️
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja
Katolik
#kerasulanawam #jantyranowski #pausyohanespaulusii #gerejakatolik
#panggilaniman #evangelisasiawam #tradisisuci #magisterium #cintaallahuntukdunia
#refleksikatolik #shdariusleka
#parokisantopaulusdepok #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin