Minggu, 21 Desember 2025

Menjadi Pastor Itu Tidak Gampang; Sebuah Cermin Kerasulan Awam dalam Terang Iman Katolik

KOTA DEPOK - “Dikiranya jadi pastor Katolik itu gampang.” Kalimat itu sering mampir ke telinga saya, diucapkan dengan nada bercanda, kadang serius, kadang sinis. Sebagai seorang awam Katolik yang aktif dalam pelayanan sosial dan hukum, saya merasa terpanggil untuk meluruskan persepsi ini. Karena sesungguhnya, menjadi imam dalam Gereja Katolik bukanlah jalan pintas menuju status atau kekuasaan. Ia adalah panggilan hidup yang menuntut pengorbanan total, formasi panjang, dan kesetiaan seumur hidup.

Dalam Gereja Katolik, menjadi pastor bukan sekadar profesi, melainkan panggilan ilahi (vocatio). Seseorang yang ingin menjadi imam harus memenuhi syarat-syarat mendasar: telah dibaptis secara Katolik, seorang laki-laki, bersedia hidup selibat, bebas dari kasus hukum, serta lulus berbagai tes psikologis dan medis. Namun, itu baru gerbang awal.

Formasi calon imam berlangsung selama 8 hingga 12 tahun, mencakup studi filsafat, teologi, spiritualitas, dan pastoral. Mereka dibentuk bukan hanya secara intelektual, tetapi juga secara rohani dan emosional. Proses ini mencerminkan ajaran Konsili Vatikan II dalam Presbyterorum Ordinis, yang menekankan bahwa imam harus menjadi gembala yang menyerupai Kristus, Gembala Baik.

Sebagai aktivis kerasulan awam, saya menyadari bahwa panggilan untuk mewartakan Injil tidak hanya milik para imam. Umat awam pun dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Dalam Lumen Gentium dan Apostolicam Actuositatem, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa kerasulan awam adalah partisipasi aktif dalam misi keselamatan Gereja.

Saya sendiri terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan hukum: memberikan bantuan hukum pro bono bagi masyarakat miskin, mengadvokasi korban kekerasan, serta mendampingi komunitas basis dalam memahami hak-hak mereka. Ini adalah bentuk nyata dari pewartaan kasih Allah melalui tindakan.

Gereja Katolik berdiri di atas tiga pilar: Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium. Ketiganya menjadi fondasi dalam memahami panggilan imamat dan kerasulan awam. Dalam Surat kepada Ibrani 5:1, tertulis: “Sebab setiap imam besar, yang diambil dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah.” Ini menegaskan bahwa imam adalah jembatan antara Allah dan umat.

Namun, awam pun memiliki peran penting. Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang Kristiani adalah misionaris sejati. Maka, kerasulan awam bukanlah pelengkap, melainkan bagian integral dari tubuh Gereja.

Gereja bukan hanya tempat ibadah, melainkan komunitas yang hidup dan bergerak. Dalam semangat Gaudium et Spes, Gereja dipanggil untuk hadir di tengah dunia, terutama di tengah penderitaan dan ketidakadilan. Kerasulan awam menjadi perpanjangan tangan Gereja dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, dan kemasyarakatan.

Saya percaya, mewartakan kasih Allah tidak cukup hanya dengan kata-kata. Ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata: membela yang lemah, memperjuangkan keadilan, dan menghadirkan harapan di tengah keputusasaan.

Menjadi pastor memang tidak gampang. Tapi menjadi rasul awam pun bukan perkara ringan. Keduanya adalah jalan panggilan yang berbeda, namun sama-sama mulia. Keduanya membutuhkan komitmen, pengorbanan, dan cinta yang mendalam kepada Allah dan sesama.

Maka, ketika ada yang bertanya, “Gampang ya jadi pastor?”, saya akan menjawab: “Tidak. Susahnya setara dengan naik gunung sambil membawa beban hidup.” Tapi justru dalam kesulitan itulah, kita menemukan makna sejati dari panggilan: menjadi alat kasih Allah di dunia.

 

✍️ Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat & Aktivis Kerasulan Awam Gereja Katolik

#kerasulanawam #imamatkatolik #gerejakatolik #panggilanhidup #evangelisasi #cintaallahuntukdunia #dariusleka #advokatkatolik #pelayanansosial #refleksiiman #tradisisuci #magisterium #kitabsuci #shdariusleka #parokisantopaulusdepok #reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin