KOTA DEPOK - Tidak semua pasangan beda gereja wajib dibaptis ulang untuk menjadi Katolik—selama baptisan sebelumnya sah menurut ajaran Gereja Katolik, maka tidak perlu diulang.
Di tengah dinamika kehidupan modern yang semakin plural, cinta sering kali
melampaui batas-batas denominasi gerejawi. Banyak pasangan muda hari ini
menemukan cinta dalam perbedaan, termasuk perbedaan gereja. Namun, ketika cinta
itu berlabuh pada niat untuk membangun rumah tangga dalam Gereja Katolik,
muncul pertanyaan yang kerap menggelisahkan: Apakah pasangan beda gereja
wajib dibaptis ulang untuk menjadi Katolik?
Gereja Katolik, berdasarkan Katekismus Gereja Katolik (KGK 1272),
mengajarkan bahwa baptisan yang dilakukan secara sah—yakni dengan air dan dalam
nama Tritunggal Mahakudus—tidak dapat diulang. Artinya, jika seseorang telah
dibaptis di gereja Kristen non-Katolik dengan tata cara yang sah, maka Gereja
Katolik mengakui baptisan tersebut sebagai valid.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua gereja non-Katolik melaksanakan
baptisan dengan tata cara yang sesuai dengan ajaran Katolik. Oleh karena itu,
sebelum seseorang diterima secara penuh ke dalam Gereja Katolik, dilakukan
proses verifikasi validitas baptisan sebelumnya. Jika terbukti tidak sah, maka
baptisan ulang memang diperlukan.
Bagi pasangan beda gereja yang ingin menikah secara Katolik, Gereja membuka
pintu melalui proses Rite of Christian Initiation for Adults (RCIA)
atau Katekumenat. Di sinilah calon Katolik dibimbing dalam iman,
mengenal ajaran Gereja, dan mempersiapkan diri untuk menerima sakramen-sakramen
inisiasi: Baptis (jika belum sah), Krisma, dan Ekaristi.
Dalam kasus pasangan yang telah dibaptis secara sah di gereja Protestan,
mereka hanya perlu menerima Sakramen Krisma dan Ekaristi setelah melalui
pembinaan iman. Tidak ada keharusan untuk dibaptis ulang.
Sebagai aktivis kerasulan awam, saya menyaksikan bagaimana banyak pasangan
lintas gereja yang, setelah melewati proses ini, menjadi saksi kasih Kristus
dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan hukum. Mereka aktif dalam komunitas basis,
pelayanan sosial, hingga advokasi keadilan sosial. Inilah wajah Gereja yang
hidup: Ecclesia semper reformanda est—Gereja yang terus diperbaharui
oleh kasih.
Saya teringat pada pasangan muda, Maria dan Daniel. Maria, Katolik sejak
lahir, dan Daniel, Protestan yang aktif di gerejanya. Ketika mereka memutuskan
menikah secara Katolik, Daniel mengikuti katekumenat. Setelah proses panjang,
ia menerima Sakramen Krisma dan menjadi bagian dari Gereja Katolik tanpa harus
dibaptis ulang, karena baptisannya diakui sah. Kini, mereka menjadi penggerak
komunitas sosial yang melayani anak-anak jalanan di Jakarta Timur.
Gereja Katolik tidak menutup pintu bagi siapa pun yang ingin bergabung dalam
persekutuan iman. Justru, dalam semangat ekumenisme, Gereja mengajak umat untuk
melihat bahwa kasih Kristus melampaui sekat-sekat denominasi. Yang terpenting
adalah kesiapan hati, keterbukaan untuk belajar, dan komitmen untuk hidup dalam
terang Injil.
Oleh: Darius Leka, S.H., M.H. — Advokat dan Aktivis Kerasulan Awam Gereja
Katolik
#kerasulanawam
#gerejakatolik #baptisansah #pasanganbedagereja #menjadikatolik #kasihmempersatukan
#ekumenisme #cintadalamiman #rcia #katekumenat #shdariusleka #parokisantopaulusdepok
#reels #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berbicara adalah hak asasi manusia dari setiap individu, tetapi gunakan hak itu sesuai dengan peraturan yang berlaku serta budaya lokal yang membangun. Salam kasih. Admin