Jumat, 30 September 2011

PESTA SYUKUR PEWARTAAN KOMISI KATEKETIK KEUSKUPAN BOGOR

Pesta Syukur Pewartaan Komisi Kateketik Keuskupan Bogor

Pada Misa Ekaristi Minggu pagi pukul 07:00WIB di Gereja Paroki St. Herkulanus tampak siswa dan siswi Katolik dari SMA Negeri 1 Depok yang akan mengikuti lomba drama untuk memeriahkan Pesta Syukur Pewartaan Komisi Kateketik Keuskupan Bogor, di SMA Regina Pacis Bogor. Keberangkatannya mereka didampingi Frater Agustinus Deddy Budiawan.

Menurut Frater Deddy, para siswa/i ini tidak cukup latihan dalam persiapan mereka untuk mengikuti lomba drama di Bogor, bahkan ada beberapa teman mereka terpaksa tidak ikut karena sakit. Namun dengan tekad yang bulat, mereka berani maju untuk mengikuti lomba drama tersebut. Nothing to lose.

Para siswa/i yang tergabung dalam rombongan
Para siswa/i yang tergabung dalam rombongan ini adalah: Dea Irene, Maria Kharisma B.G, Monica Agustin S., dan Yose Gregory Tarigan (Paroki St.Herkulanus, Depok Jaya); Angela Pingkan Pustika R., Stella Adriana Putri, Stevanny Putri, dan Jonathan Odilo (Paroki St. Paulus, Depok Lama); serta Margaretha Silia K. Herin (Paroki St.Joannes Baptista, Parung), Felicius Wayandhana (Paroki St.Matius, Depok 2 Tengah), dan Nicolaus Ernest Mamonto (Paroki St.Thomas, Kelapa Dua).

Setiba di SMA Regina Pacis, Bogor, mereka langsung mendaftarkan diri panitia untuk mendapatkan nomor urut. Untuk tingkat SMA mereka mendapat nomor urut 2. Dalam acara ini turut dimeriahkan oleh siswa SD dan SMP sekeuskupan Bogor, diantaranya SMP Mardi Yuana Depok.

Meskipun tanpa target untuk menjadi juara pertama, teman-teman muda ini tetap ceria dan optimis walau persiapan yang dilakukan sangatlah minim. Namun kata orang kalau rejeki tidak lari ke mana, khabar baik menghantar teman-teman muda Katolik SMA N 1 Depok untuk menjadi sang juara dari lomba drama.

Selain itu lomba audiovisual dari OMK Paroki St. Herkulanus, yang diwakili OMK Wilayah IV, juga menyabet juara pertama se-keuskupan Bogor. Proficiat. (dhapur)

SERUAN ST. FRANSISKUS ASISI TENTANG EKOLOGI

St. Fransiskus Assisi. Santo pelindung lingkungan hidup
Menjadi sesama bagi orang lain, khususnya yang sedang mengalami penderitaan, lemah dan tersingkir, bukanlah pekerjaan mudah. Tetapi Yesus menginginkan iman bukan saja berpusat pada altar, tetapi berbuah dalam kehidupan nyata. Orang Samaria yang baik hati jauh lebih berarti ketimbang ahli taurat yang sibuk dengan Alkitab tapi lepas dari kehidupan nyata.

Bumi menghadapi aneka bencana alam 
Di tengah kegalauan penduduk bumi menghadapi aneka bencana alam akibat kerusakan lingkungan, menarik kiranya menonjolkan kembali figur agung St. Fransiskus Assisi. Santo pelindung lingkungan hidup ini mempunyai sejuta pengalaman rohani dengan alam yang tak habis-habisnya menginspirasi manusia sesudahnya. Di era kita, hampir delapan abad setelah kematian sang poverello, cara pandang dan perlakuan sang santo terhadap alam masih bergaung keras di hati para pemerhati lingkungan.

St. Fransiskus Pelindung Ekologi
Dalam cara pandang dan perlakuan Fransiskus terhadap alam, kita menemukan perspektif yang unik. Berhadapan dengan alam, Fransiskus tidak takut seolah-olah dalam alam tersembunyi dewa-dewa penunggu. Ia jauh dari mitos dan takhyul orang zaman dulu. Namun ia juga tidak semena-mena terhadap alam atau memandang alam sebagai obyek yang lepas dari diri manusia sehingga bisa dan harus dikuasai. Melampaui kesadaran bahwa manusia merupakan bagian dari alam, Fransiskus menyelam lebih dalam hingga melihat alam sebagai jejak kaki Sang Pencipta.

Segala ciptaan sebagai saudara dan saudari
Sedemikian kuat kesadaran itu sehingga Fransiskus menyebut matahari, bulan, angin, air, udara, api, dan segala ciptaan sebagai saudara dan saudarinya. Di hadapan Sang Pencipta, Fransiskus melihat segenap ciptaan setara dengan dirinya yang selayaknya dihormati. Menarik untut dicatat, visi ini justru terangkat ketika dunia Barat menyambut alam pikir rasionalisme di ambang zaman Renaissance; permulaan abad modern yang mengagungkan logos (rasio) di atas mitos. Kala itu manusia mulai melihat alam sebagai obyek yang harus dikuasai dan dieksploitasi. Hal ini menunjukkan betapa sosok Fransiskus merupakan figur yang tidak suka ikut arus zaman begitu saja.

Merasa bersatu dan senasib dengan semua makhluk
Fransiskus adalah sahabat makhluk. Ia merasa bersatu dan senasib dengan semua makhluk sebagai sesama ciptaan Allah. Ia dikenal sebagai santo pelindung bagi binatang dan lingkungan hidup sehingga patungnya seringkali diletakkan di taman untuk menghormati minatnya dan kesatuannya dengan alam. Santo Fransiskus Asisi bisa berbicara dengan burung dan binatang lainnya. Hal itu dapat kita saksikan adanya patung St. Fransiskus yang berada di depan gereja St. Paulus Depok yang sengaja tempatkan di taman sebagai simbol untuk menghormati minatnya dan kesatuannya dengan alam.Atas kedekatannya dengan alam maka sangatlah tepat jika pada tanggal 29 September 1996 Fransiskus diangkat/ dikukuhkan oleh Paus Yohanes Paulus II sebagai pelindung ekologi.

Harus Digaung Kembali
Sikap Fransiskus terhadap alam sepatutnya digaungkan kembali dalam benak kita. Isu global warming memperlihatkan kepanikan manusia modern atas alam yang telah rusak karena kerakusan manusia. Kita manusia modern cenderung memandang alam seperti seorang ilmuwan yang hanya tertarik pada gejala dan hukum pasti. Atau sebagai seniman yang terpesona. Yang lain berlaku sebagai peguasa alam yang memperlakukannya sebagai obyek sumber devisa.

Alam merupakan “rumah” yang harus dipelihara
Manusia modern jauh dari kesadaran bahwa dirinya merupakan bagian dari alam sehingga alam merupakan “rumah” yang harus dipelihara. Solidaritas dengan alam bukanlah hal luar biasa, melainkan hal sepatutnya. Sebab melestarikan alam berarti melestarikan hidup manusia sendiri. Sebaliknya, perusakan alam tidak lain merupakan pemusnahan riwayat manusia. Kenangan akan figur Fransiskus di era modern ini selayaknya menyerukan kembali kesadaran ini. Dengan itu barulah kita dapat, bersama Fransiskus, menyebut matahari, bulan, udara, air, dan sekalian makhluk sebagai saudara dan saudari.

Berangkat dari semangat St. Fransiskus Asisi dan amanat Ordo Fratrum Minorum (OFM) bahwa setiap tahun dalam merayakan pesta St. Fransiskus dari Asisi sebagai santo pelindung binatang dan anak-anak yang dirayakan pada tanggal: 4 oktober maka seluruh paroki yang diemban oleh para Fransiskan diharapkan agar dapat menyelenggarakan acara untuk memperkokoh rasa persaudaraan dengan sesame serta alam semesta, termasuk mereka yang sudah mendahului kita. Demikian ungkap Romo Stanislaus Agus Suharyanto, OFM yang menggantikan Romo Tauchen Hotlan Girsang, OFM yang berhalangan hadir.

Aksi penanaman pohon
Sebagai paroki yang lahir dan dirintis oleh para Fransiskan sudah sepantasnya Paroki St. Paulus Depok menyelenggarakan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan Pesta Nama St. Fransiskus Asisi sebagai Santo sekaligus tokoh ekologi. Oleh karena itu dalam rapat yang dihadiri sekitar 30-an orang diantaranya DPP/DKP dan utusan dari lingkungan, wilayah pada Minggu, 25 September 2011, bertempat di ruang Roma (gereja lama) melahirkan beberapa kegiatan yang dikolaborasi dengan beberapa program kerja sepanjang bulan oktober 2011.

Kegiatan itu diantaranya adalah: 1). Kerja bakti, 2). Aksi penanaman pohon, 3). Penggalangan dana untuk calon imam OFM, 4). Seminar Kanker, 5). Hari Pangan Se-dunia, 6). Kursus Evangelisasi Pribadi, dll. Darius AR-Komsos - Paroki St. Paulus Depok

PARA PENGGARAP KEBUN ANGGUR

Oleh: Rm. Tauchen Hotlan Girsang, OFM
Dalam Injil Matius 21: 33-41 diberitahukan kepada kita tentang Yesus yang berbicara dengan menggunakan perumpamaan para penggarap kebun anggur. Perumpamaan Yesus ini bernuansa cerita, ilustrasi, mungkin juga kisah nyata. Yesus ditampilkan sebagai seorang yang tahu seluk-beluk kebun anggur. Ia mengetahui praktek sewa-menyewa kebun anggur. Ia juga tahu soal hasil panen anggur. Kesan spontan kita adalah para pendengar tahu soal kebun anggur serta praktek sewa-menyewanya, juga paham tentang kewajiban penyewa kepada si empunya kebun. Apa yang kita temukan di sana?

Di dalam perumpamaan tersebut, di satu pihak ditampilkan Yesus menghardik orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka dipandang oleh Yesus telah melakukan kejahatan seperti para penggarap anggur. Mereka menolak warta kerajaan Allah. Mereka menganiaya dan membunuh utusan-utusan Tuhan (para nabi). Bahkan mereka juga membunuh Yesus, yang adalah Putera Allah. Tindakan ini adalah suatu dosa penolakan terhadap datang-Nya kerajaan Allah. Di pihak lain, sang pemilik kebun anggur, yakni Allah sendiri, digambarkan sebagai yang sabar, pengampun dan selalu memberi kesempatan baru. Allah sebagai pemilik kerajaan surga tampil penuh kasih.

Akhirnya, kita dapat menarik kesimpulan dari kisah para penggarap bahwa dalam diri manusia terdapat dosa penolakan terhadap rahmat keselamatan. Dosa itu terjadi ketika manusia sebenarnya hanya sebagai penggarap (penyewa) tetapi menyombongkan diri menjadi pemilik. Penggarap adalah orang-orang yang mendapat kepercayaan Tuhan. Dan Tuhan begitu baik sehingga Dia memberikan kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola miliknya.

Adakah sesuatu yang Tuhan percayakan kepada anda? Apakah anda kemudian menjadi seperti penggarap kebun anggur itu? Kalau kita sadari baik-baik, ada begitu banyak yang Tuhan percayakan kepada kita. Tuhan begitu baik sehingga dia memberi kita tubuh yang lengkap tanpa cacat sehingga kita bisa melakukan banyak aktivitas. Tuhan juga memberikan sejumlah bakat, kemampuan dan telenta untuk dikembangkan. Tuhan juga memberi sejumlah anak-anak bagi pasangan-pasangan muda. Tuhan juga memberikan sejumlah rezeki dari usaha kita. Adakah semuanya itu menyebabkan kita menyombongkan diri seperti seakan-akan kitalah si empunya semuanya itu? Bukankah semuanya itu merupakan pemberian dari Tuhan?

Kiranya kita menjadi para penggarap kebun anggur yang baru. Yang selalu ingat akan Tuhan sebagai sang pemilik. Sebab, ketika kita selalu ingat akan Dia, maka di sana selalu ada sujud dan syukur. Di sana hadirlah warta keselamatan, kerajaan Allah. Tuhan memberkati kita.

Senin, 26 September 2011

BERIMAN DAN PILIHAN

Oleh: Sdr. Ophin Agut, OFM

Iman akan Allah Tritunggal, Bapa, Putera, dan Roh Kudus, telah dimulai semenjak kita menerima rahmat baptisan. Bagi yang dibaptis bayi, orang tua tentu menyadari dan menghayati ini sejak awal demi pendidikan sang buah hati di kemudian hari; demikian pula bagi yang baptis dewasa. Sejak saat itu kita mulai menjalani religiositas sebagai seorang Katolik. Sadar atau tidak, beriman itu tidak lain adalah sebuah pilihan. Kita memilih sebuah pandangan hidup tertentu dan menggunakan itu sebagai cara kita berada di tengah masyarakat.

Memilih berarti mengatakan YA untuk sesuatu yang diyakini sebagai yang benar dan TIDAK untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan kita. YA berarti kita meyakini bahwa yang benar atau pandangan hidup itu akan berguna bagi keselamatan diri kita. Kiranya itulah yang terjadi dengan dua saudara dalam kisah Injil Minggu ini (Mat. 21:28-32). Keduanya memilih untuk mengatakan YA (saudara yang pertama) dan TIDAK (saudara yang terakhir).

Namun, soalnya bukan sekadar mengatakan YA atau TIDAK. Keduanya telah mengimani suatu hal yang sama, yakni pada “Seseorang” yang menyuruh mereka bekerja. Mereka dituntut untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi konsekuensi iman itu. Ada sebuah pilihan yang adalah tantangan bagi mereka. Mereka dituntut untuk berani menerima tantangan itu. Apakah mereka dapat setia pada iman mereka atau hanya menjadi pecundang.

Keduanya menggambarkan dua tipe orang beriman dewasa ini. Pertama, orang beriman yang merasa matang dalam iman tetapi takut. Orang beriman seperti ini biasanya merasa diri ‘super’ tetapi ketika diberi tantangan baru atas imannya, ia menjadi takut dan tidak berani untuk berbuat. Ia merasa terganggu bila ada sesuatu yang baru mempengaruhi dirinya. Ia tidak berani mengambil nilai dari setiap tantangan dalam imannya. Orang-orang seperti ini hanya akan menjadi pecundang. Pertanyaan baginya adalah apakah ia benar-benar beriman? Dalam bahasa Nabi Yehezkiel, ia berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan (Yeh.18:26).

Kedua, orang beriman tidak tahu sejauh mana imannya tetapi berani menerima tantangan. Di hadapan orang beriman lainnya, ia biasa merasa rendah diri. Ketika ada tantangan baru, ia berani mengambilnya sebagai bagian dari penghayatan imannya sendiri. Tanpa disadarinya, imannya justru bertumbuh dalam setiap tantangan hidupnya. Dalam hidup menggereja, mereka inilah yang akan membantu perkembangan iman umat lainnya karena mendasarkan imannya pada pertobatan. Dalam bahasa Yehezkiel, mereka adalah orang-orang yang bertobat dan insaf (Yeh 18:27-28).

Dalam kemampuan memilih dan menjalani tantangan hidup beriman, tidak ada contoh lain selain dari Yesus dan keseluruhan peristiwa hidupNya. Paulus dengan lugas mengungkapkan bahwa hendaknya kita bersikap seperti Kristus. Semenjak peristiwa Inkarnasi sampai pada sengsara dan wafatnya, tidak ada kata lain yang dapat kita ungkapkan selain bahwa Ia begitu setia pada kehendak Allah Bapa bagi diriNya demi keselamatan manusia. “Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Filipi 2:6-11).

Kiranya, kita juga berani untuk memilih dan mengatakan YA untuk setiap kebaikan dalam tantangan hidup beriman yang kita hadapi. Kita masih di sini untuk setia, bukan?

Rabu, 21 September 2011

ALLAH YANG BAIK

Oleh: Fr. Leon Hambur, OFM
 Kita mempunyai gambaran masing-masing tentang Allah yang baik berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari. Namun, penilaian kita tentang Allah yang baik selalu disertai oleh sikap egois dan praktis yang keliru. Jika doa kita dikabulkan oleh Allah, maka Allah adalah Allah yang baik. Sebaliknya jika kita merasa doa kita tidak dikabulkan oleh Allah, maka Allah adalah Allah yang tidak baik atau jahat. Penilaian seperti itulah yang kadang-kadang mempengaruhi pemahaman kita tentang Allah. Yang pasti penilaian seperti itu adalah keliru.

Nabi Yesaya (Yes 55: 6-9) memperkenalkan kepada kita cara pandang baru dalam memahami Allah yang baik. Sang Nabi mengajarkan kepada kita, bahwa Allah adalah Allah yang baik, karena Ia berkenan menampakan diri bagi orang yang mencarinya. Ia berkenan hadir didekat kita jika kita menyerukan namaNya. Namun, sang Nabi juga mengingatkan kita bahwa Allah tidak begitu saja mengabulkan semua seruan dan keinginan kita, karena kadang-kadang seruan dan keinginan kita disertai sikap tidak puas diri dan tidak mau berusaha. Sang Nabi menegaskan bahwa Allah tahu apa yang terbaik untuk kita, sebab rancanganNya bukanlah rancangan yang membawa kita pada kehancuran, melainkan rancangan yang membawa kita kepada hidup sejahtera. Rancangan Allah bukanlah rancangan manusia yang terbatas dan tidak sempurna. Rancangan Allah adalah rancangan damai sejahtera yang melebihi rancangan manusia. Yang terpenting adalah percaya bahwa Allah tahu yang terbaik untuk kita.

Senada dengan nabi Yesaya, Yesus pun menekankan pokok yang sama kepada kita, yakni Allah yang selalu hadir dan menawarkan rahmatNya kepada semua orang. Yesus, dalam perumpamaanNya, menggambarkan Allah sebagai seorang tuan tanah yang sedang mencari pekerja untuk bekerja di kebun anggurNya. Allah mengajak semua orang untuk bekerja di kebun anggurNya. Dan semua pekerja akan mendapatkan upah sedinar sehari sesuai dengan kesepakatan bersama. Tentu saja ada yang tidak puas dengan keadilan Allah yang membayar upah sama untuk semua pekerja, baik pekerja yang bekerja lebih awal maupun pekerja yang bekerja kemudian. Namun, pekerja-pekerja yang merasa tidak mendapat keadilan itu lupa bahwa mereka telah setuju dengan upah tersebut. Sikap iri hati dan kedengkian sudah menguasai jiwa mereka. Pesan Yesus untuk kita melalui penginjil Mateus (Mat 20:1-16) hari ini adalah bahwa Allah selalu hadir dan menawarkan kebaikan, kebahagian kekal, dan keselamatan kepada kita tanpa memperhitungkan sudah berapa lama kita menjadi orang Katolik. Bukan usia atau waktu yang menentukan kualitas iman seseorang. Kualitas iman seseorang diukur dari kesetiaan dan ketulusannya untuk menghayati dan melaksanakan ajaran Yesus dalam kehidupan sehari-hari.

Allah adalah Allah yang baik. Dia mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Namun, pernyataan itu bukan berarti bahwa doa menjadi tidak penting lagi bagi kita. Doa adalah suatu bentuk relasi yang intim antara kita dengan Allah yang baik. Logikanya adalah bahwa Allah mengetahui semua kebutuhan kita lebih dari yang kita ketahui. Karena itu, kita harus menjalin relasi yang intim dan mesra denganNya dalam doa-doa kita agar rahmatNya selalu mengalir dalam hidup kita. Karena itu, Nabi Yesaya dan penginjil Mateus memberikan wejangan untuk kita hari ini, yakni teruslah berseru kepada Allah dengan iman yang teguh, jauhilah yang jahat (sikap iri hati dan dengki) dan selalu berusaha berbuat baik kepada semua orang.  Allah yang baik akan memperhatikan semuanya itu dan memberikan upah yang adil dan pantas untuk kita. Amin. 

Jumat, 09 September 2011

62 TAHUN MARDI YUANA: UNTUK SIAPAKAH ?

Tak terasa 62 tahun sudah berlalu yaitu 26 Agustus 1949 – 26 Agustus 2011, Sekolah Mardi Yuana melayani pendidikan masyarakat Kota Depok, kalau kita sadari bahwa sekolah Katolik merupakan kerasulan Gereja di bidang pendidikan. Bahkan harus kita akui bahwa pada awal mulanya sebelum gereja St. Paulus berdiri karya misi, sekolah Katolik merupakan ujung tombak karya kerasulan Gereja, sehingga pada akhirnya di mana ada sekolah Katolik di situ Gereja tumbuh dan berkembang. 

Wajibkah Anak Katolik Bersekolah di Sekolah Katolik?
Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, Gravissimum Educationis (GE) art 8, antara lain dikatakan: “Konsili memperingatkan para orang tua Katolik akan kewajiban mereka untuk mempercayakan anak anaknya bila dan di mana mungkin, kepada sekolah-sekolah Katolik, dan untuk mendukung sekolah-sekolah Katolik sekuat tenaga serta bekerja sama dengannya demi kepentingan putera-puterinya”.

Kalau disederhanakan, Konsili Vatikan II mengingatkan “kewajiban orang tua Katolik untuk menyekolahkan anak anaknya di sekolah Katolik, bila mungkin”. Ketika orang tua Katolik menikah secara Katolik, selalu diingatkan akan kewajiban mereka untuk mendidik anak- anaknya secara Katolik. Hal serupa diulang lagi ketika mereka mempermandikan anak-anaknya. Walaupun “mendidik secara Katolik” tidak identik dengan “menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik” karena pendidikan jauh lebih luas dari sekedar sekolah, namun sekolah Katolik mestinya lebih memberikan pendidikan Katolik dari pada sekolah non Katolik. Terutama bagi pendidikan dasar yang akan kita berikan kepada anak-anak kita.

Dengan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik berarti orang Katolik ikut mendukung keberadaan dan perkembangan sekolah Katolik, sebagaimana telah diamanatkan dalam GE art 8. Di sini tersirat pentingnya hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah Katolik dengan umat/ Gereja setempat. Apalagi kalau kita sadari bahwa sekolah Katolik merupakan kerasulan Gereja di bidang pendidikan . Namun demikian apa yang terjadi dengan keberadaan Murid-murid di SD Mardi Yuana Depok. Jika dilihat dari Jumlah murid menurut agamanya yang ada dari tahun 2004/2005 sampai dengan tahun 2011/ 2012.

Dari Tabel statistik dibawah terlihat bahwa murid– murid non katolik menduduki persentase yang lebih banyak dibandingkan dengan murid-murid yang katolik:

Tabel Jumlah Murid SD Mardi Yuana Berdasarkan Agama
Implikasi dan persoalan apa yang kita bisa ambil dari kondisi Statistik diatas: 
1. Keberadaan Sekolah Mardi Yuana sudah diakui oleh masyarakat Kota Depok.
Sekolah Katolik merupakan ujung tombak karya kerasulan Gereja. Di mana ada sekolah Katolik di situ Gereja tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain Sekolah Mardi Yuana memberi sumbangan yang signifikan kepada tumbuh dan berkembangnya Gereja St. Paulus Depok. Dengan demikian Gereja perlu terlibat aktif dalam penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah-sekolah Katolik. Dalam hal ini kita diingatkan akan pentingnya hubungan baik dan kerjasama yang baik antara sekolah Katolik dengan umat/ Gereja setempat.
  
2. Keberadaan Sekolah Mardi Yuana mulai di tinggalkan oleh Umatnya sendiri. 
Mengapa banyak orang katolik yang tidak menyekolahkan anaknya di sekolah katolik? Ada banyak sebab. Beberapa sebab yang sering terjadi adalah:
  • Dari Tabel statistik di atas terlihat pada tahun 2004/ 2005 Jumlah Murid Katolik hanya 40% dibandingkan jumlah murid yang non Katolik (60%). Keadaan ini memperlihatkan pada tahun ini Kota Depok mulai semarak bertumbuhnya sekolah-sekolah nasional plus ataupun sekolah bertaraf Internasional. Kondisi ini yang menyebabkan umat katolik yang memiliki Status Sosial Ekonomi menengah keatas mulai melirik dan menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut, sedangkan bagi umat yang memiliki Status Sosial Ekonomi menengah kebawah tetap merasa sekolah Katolik terlalu mahal bagi keuangan mereka. Akhirnya mereka menyekolahkan anaknya di Sekolah Negeri. Perlahan dan pasti kondisi mutu sekolah yang sering dipertanyakan oleh para orang tua murid, dan sering dibandingkan dengan mutu sekolah dari sekolah negeri atau sekolah non Katolik.menjadi permasalahan tersendiri. Bila hal itu benar, bukankah tugas kita semua termasuk para orang tua Katolik untuk ikut membantu mengembangkan sekolah Katolik agar semakin bermutu sesuai harapan para orang tua? Bukan malah meninggalkannya. Dan tentu saja diperlukan juga keterbukaan Yayasan pengelola untuk mau bekerjasama hingga harapan para orang Tua dapat diwujudkan. Paling menyedihkan kalau ada orang Katolik yang tidak menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik karena ada permusuhan pribadi antara orang tua dan guru di sekolah Katolik. Semoga kerendahan hati dari semua pihak dapat meniadakan permasalahan ini.
  • Ada orangtua yang berpandangan bahwa dengan menyekolahkan anaknya di sekolah negeri atau sekolah non Katolik, anak akan terbiasa bergaul dan berinteraksi dalam kemajemukan masyarakat. Alasan ini ada betulnya tetapi juga ada tidakbetulnya. Sebab banyak sekolah Katolik yang siswanya juga heterogen. Seandainya di sekolah lebih banyak bergaul dengan anak-anak Katolik toh dalam pertemanan di masyarakat juga heterogen. Ada juga orang tua yang punya prinsip pada tingkat SD dan SMP, anak disekolahkan di sekolah Katolik tetapi setelah masuk SMA/ SLTA disekolahkan di sekolah negeri atau non Katolik. Alasannya dalam jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) anak perlu mendapatkan pendidikan dasar (termasuk pendidikan iman) yang kokoh dan baik. Setelah mempunyai dasar yang kokoh dan baik, mereka dibiarkan masuk sekolah negeri/ non Katolik yang heterogen seperti yang ada di masyarakat. Namun kenyataan sering menunjukkan bahwa walau SD dan SMP bahkan sampai SMA di sekolah Katolik, tetapi setelah masuk Perguruan Tinggi non Katolik, hanyut ikut arus yang lain. Dengan kata lain sungguhkah sekolah Katolik memberikan dasar-dasar iman yang kokoh dan baik? Dalam situasi seperti ini bisa terjadi sekolah Katolik menyalahkan orang tua dan Gereja setempat yang kurang memberikan pendidikan dan pembinaan iman secara baik. Sebaliknya orang tua atau Gereja setempat bisa menyalahkan sekolah Katolik yang tidak memberikan pendidikan iman yang baik. Sebetulnya dari pada saling menyalahkan lebih baik duduk bersama untuk bekerjasama secara baik demi pendidikan iman anak-anak Katolik.
Dengan demikian apa yang bisa kita simpulkan dari permasalahan di atas! Seperti ditegaskan oleh Konsili Vatikan II dalam Gravissimum Educationis art 8: “Para orang tua berkewajiban untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik, bila mungkin”. Tentu saja sekolah Katolik dan/ atau Gereja tidak boleh hanya menuntut agar para orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik,tetapi juga perlu memberikan jaminan mutu pendidikan yang baik dan biaya yang sesuai atau terjangkau oleh kebanyakan orang tua Katolik. Sebaliknya para orang tua Katolik, tidak boleh hanya serba menuntut agar sekolah Katolik bermutu dan terjangkau biayanya, tetapi tidak mau memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan mutu pendidikan di sekolah Katolik.

Dengan demikian perlu ada kerjasama yang baik antara: sekolah Katolik; Gereja setempat dan para orang tua. Selamat Ulang Tahun yang ke 62 MARDI YUANA Semoga tetap menjadi Ujung Tombak bagi Karya Kerasulan Gereja Kita.(Christina Andys

Sumber :
1). “Wajibkah Anak Katolik Bersekolah di Sekolah Katolik?” dari Mirifica.net, ditulis oleh A.Tri Hartono Pr (Anggota Pengurus Komisi Pendidikan KWI)
2). Statistik Jumlah Murid SD Mardiyuana Depok 2004/2005 -2011/2012

UCAPAN SELAMATDI AKHIR BULAN RAMADAN ‘ID AL-FITR 1432 H. / 2011 A.D.


Umat Kristiani dan Umat Muslim: Bekerjasama Untuk Dimensi Rohani Manusia

Sahabat-sahabat Muslim yang terkasih,
  1.  Akhir bulan puasa Ramadan adalah merupakan sebuah kesempatan yang menggembirakan bagi Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Umat Beragama untuk mengirimkan ucapan Selamat yang paling tulus kepada Anda dengan harapan, agar segala upaya yang telah dilakukan dengan senang hati selama bulan ini akan menghasilkan buah-buah rohani yang diidam-idamkan.
  2.  Untuk tahun ini, kami berpikir untuk memberikan prioritas kepada topik dimensi rohani dari pribadi manusia. Topik ini berkaitan dengan sebuah kenyataan yang dianggap amat penting oleh umat Kristiani dan umat Muslim, yang sama-sama menghadapi tantangan materialisme dan sekularisasi. Hubungan setiap manusia dengan Yang Ilahi sesungguhnya bukan hanya merupakan sebuah momen di dalam sejarah, melainkan sebuah bagian dari kodrat manusia itu sendiri. Kita tidak percaya kepada nasib; tetapi kita yakin – lebih dari itu adalah merupakan pengalaman kita sendiri – bahwa Tuhan senantiasa menuntun kita di jalan hidup ini!
  3. Umat Kristiani dan umat Muslim, sekalipun berbeda, toh besama-sama mengakui harkat dan martabat manusia yang diberkahi dengan hak-hak serta kewajiban. Keduanya sepakat bahwa akal budi dan kebebasan adalah sungguh-sungguh merupakan anugerah yang harus mendorong umat beriman untuk mengakui nilai-nilai ini yang diberikan karena berbasis di atas kodrat manusia yang sama.
  4. Oleh sebab itu, penyebaran nilai-nilai kemanusiaan dan moral tersebut kepada generasi muda merupakan sebuah perhatian kita bersama. Adalah kewajiban kita untuk membantu mereka agar mereka menyadari bahwa ada kebaikan dan kejahatan, bahwa hati nurani adalah instansi tempat sakral yang harus dihormati, dan bahwa pengembangan aspek rohani membuat kita semakin bertanggungjawab, semakin mendukung dan semakin terbuka untuk kebaikan bersama.
  5. Umat Kristiani dan umat Muslim terlalu sering menjadi saksi kejahatan terhadap yang sakral, terhadap kecurigaan, di mana mereka yang menyebut dirinya orang beriman justru yang menjadi sasarannya. Kita tidak bisa tidak harus mengakhiri segala bentuk fanatisme dan intimidasi, prasangka-prasangka dan polemik-polemik, demikian pula diskriminasi yang kadang-kadang menjadikan umat beriman sebagai sasaran, baik di dalam kehidupan sosial dan politik, maupun di dalam media massa.
  6. Secara rohani kami merasa dekat dengan Anda, sahabat-sahabat sekalian, dan seraya memohon kepada Tuhan agar Ia melimpahkan kekuatan rohani yang diperbaharui kepada Anda sekalian; kami mengirimkan kepada Anda ucapan Selamat untuk perdamaian dan kebahagiaan.
Jean-Louis Cardinal Tauran
President 

Archbishop Pier Luigi Celata
Secretary

BIA LINGKUNGAN BONAVENTURA, DALAM CERIA KEMERDEKAAN

“ Foto Bersama”
Gaung kemerdekaan di tahun ini memang terasa semakin melemah, hal ini terasa dari misa pagi yang sepi umat, namun anak-anak Bonaventura tetap semangat menyanyi memeriahkan Koor di Misa ke 2 tanggal 17 Agustus 2011.

Setelah misa, anak-anak berkumpul di Rumah Kel. Bapak Purnomo, untuk berbagi kegembiraan merayakan pesta kemerdekaan. Pesta yang tanpa rencana, namun memberikan kesan tersendiri bagi anak-anak BIA Bonaventura, karena banyak lomba-lomba yang diperuntuk bagi mereka. Dari lomba makan krupuk, meniup balon, membawa kelereng dengan sendok, membawa bola kecil dengan sedotan, serta yang paling seru adalah mengambil koin dalam buah papaya. Pesta kemerdekaan ini semakin meriah karena kehadiran Romo Stanislaus Agus Haryanto, OFM.

Perlombaan yang cukup melelahkan selesai Pkl 13.00, diakhiri dengan makan bersama seluruh Keluarga Besar Bonaventura, dan pembagian hadiah bagi para pemenangnya. Christina Andys 

Lomba”Makan Krupuk”

“Cantik dg Tepung”
Lomba “Tiup balon”
Rm Haryo membuka lomba “Ambil Coin”
Koor BIA Misa  17 agustus 2011

SYUKUR ATAS RAHMAT TAHBISAN IMAM BARU FRANSISKAN

“….. Ikutilah Aku” (Yohanes 21:19)

Menjadi kehormatan dan rahmat tersendiri bagi Umat Paroki St. Paskalis, Cempaka Putih - Jakarta, karena diberi kepercayaan untuk merayakan perayaan iman, tahbisan imam bagi 3 saudara kita dari Ordo Fransiskan yaitu: Pater Martinus Wilibrodus Kowe, OFM, Pater Antonius Duma, OFM, Pater Agustinus Anton Widarto, Pater dan Pater Hendrikus Mado Tolok, SDB dari tarekat Salesian Don Bosco (SDB).

Lewat tangan Uskup Agung Jakarta, ke-empat diakon itu ditahbiskan menjadi imam baru, bertepatan dengan hari ulang tahun tahbisan menjadi Uskup Mgr Ignatius Suharyo, Pr yang ke-14. Waktu tahbisan yang jatuh pada tanggal 22 Agustus 2011 bukan suatu kebetulan, tetapi ini semua suatu rencana dan kehendak Allah yang terjadi.

Selalu Menggema
“Ikutilah Aku” (Yoh 22:19), merupakan motto bersama yang diambil oleh ke-empat saudara kita yang tertahbis. Motto ini merupakan sebuah ungkapan iman mereka dalam menerima, menjalani, dan menghayati hidup yang selama ini dipersiapkan, yang akhirnya sampai pada suatu perayaan puncak dan awal dari panggilan yang sesungguhnya, yaitu saat mereka menerima rahmat tahbisan pada hari ini. Semoga keyakinan ini selalu menggema dalam hati mereka. 

Misa yang berlangsung tepat pukul 17.00 WIB meriah diiring paduan suara Saint Paul Choir, dari Paroki St Paulus Depok. Upacara pentahbisan dipimpin oleh Mgr Ignatius Suharyo didamping Sdr Adrianus Sunarko OFM, Minister Provinsi OFM-Indonesia dan Pastor Delegatus SDB untuk Indonesia disaksikan oleh ribuan umat diantaranya para orangtua, keluarga, undangan, pastor, suster, bruder dan frater memadati ruang utama hingga halaman gereja.

Tugas Perutusan
Menjadi sebuah aturan yang standar setelah menerima tahbisan para imam mendapatkan tugas pertutusan. Dari ketiga imam baru Fransiskan itu diutus ke tempat tugas masing-masing. Pater Martinus Wilibrodus Kowe, OFM yang sebelumnya pernah menjalani masa diakonat di Paroki St Paskalis.ini akan bertugas di Paroki Fransiskus Asisi Tentang-Manggarai Barat, Flores Keuskupan Ruteng- NTT. Sementara Pater Antonius Duma, OFM yang masa diakonat dihabiskan di Komisi JPIC (Justice, Peace, and Integration of Creation) OFM atau Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, salah satu kegiatan Spiritualitas Fransiskan, pria kelahiran Cibadak ini akan tetap melanjutkan karyanya di bidang yang sama. Pater Agustinus Anton Widarto, OFM pria asli Yogyakarta yang akrab disapa Anton, sebelum ditabiskan menjadi imam pernah bersama-sama kita di Paroki St Paulus, akan mendapat tugas baru menangani keuangan Provinsi OFM Indonesia.

Akhirnya, dengan penuh sukacita patut kita ucapkan PROFICIAT kepada para imam baru. Semoga rahmat imamat yang mereka terima hari, menjadi berkat bagi banyak orang. Selamat berkarya!. Dilaporkan oleh: Darius Atarega
(Perhatian: Foto atau tulisan ini, dilindungi oleh undang-undang)